Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) membuat dua skema antisipasi ibadah Haji 2020. "Terdapat dua skenario disusun sebagai langkah antisipasi yaitu, satu, penyelenggaraan 2020 masehi dilaksanakan dengan pembatasan," kata Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid dalam rapat kerja bersama Komisi XIII di DPR RI, Jakarta, Senin 11 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama skema pelaksanaan ibadah Haji dengan pembatasan kuota, kedua skema apabila ibadah Haji 2020 tidak diselenggarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skenario ini dilaksanakan dengan asumsi ibadah haji tetap diselenggarakan tapi dengan pembatasan kuota akibat situasi Arab Saudi yang masih berisiko, kendati haji dapat dilaksanakan. Perkiraan kuota jemaah terpangkas hingga 50 persen, untuk ketersediaan ruang yang cukup untuk mengatur jaga jarak fisik atau physical distancing.
Skenario ini memaksa ada seleksi lebih ketat dalam terhadap calon jemaah haji yang berhak berangkat dan petugas yang harus terpilih. Skema ini menitik beratkan syarat dan kondisi yang disepakati Indonesia dan pemerintah Arab Saudi.
Kedua yakni skenario ibadah haji 2020 tidak diselenggarakan. "Asumsi kondisi tanah suci belum mungkin untuk ibadah haji sebagaimana tahun biasanya, atau pemerintah Arab Saudi menuutup pintu jemaah haji dari negara manapun khususnya Indonesia," ujar Zainut.
Skenario ini akan diambil jika Kemenag memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan ibadah haji akibat cepatnya perubahan kebijakan di Arab Saudi atau juga karena lambatnya pemerintah Arab memutuskan ada atau tidaknya ibadah haji tahun ini.
Kemenag telah menetapkan 20 Mei 2020 sebagai batas waktu menunggu keputusan Arab Saudi. "Kami menunggu info resmi pelaksanaan atau pembatalan haji dari pemerintah Arab Saudi. Perlu diputuskan kapan batas waktu menunggu."