KUS Hendratmo meluncur di awang-awang dengan permadani terbang,
dan mendarat mulus di studio TVRI Senayan, Jakarta. Di hari lain
nampak pula Kris Biantoro bersama Kus--dalam ukuran liliput
--terkurung di sangkar burung. Itulah sebagian 'keajaiban' yang
disajikan Pelangi, sebuah acara televisi kita. Desember ini, ia
tampil untuk keenam kalinya, dan genap usianya satu tahun.
Yang punya permainan dengan banyolan elektronis itu, Ani Sumadi.
Serangkaian acaranya terdahulu diramaikan oleh tebak-menebak.
Dalam Pelangi bau teka-teki masih tetap dipelihara di sarnping
unsur hiburan yang kian memikat. Bahkan di celah hidangan yang
humoristis itu menyusup pula berbagai pesan khusus, sesuai
dengan topiknya malarn itu. Acara itu dengan sendirinya
mengandung aneka warna hidangan, selama satu jam, sekali dalam
dua bulan.
Adalah Pelangi yang pertama dalam sejarah TVRI menyuarakan ihwal
hajat hidup khalayak ramai secara langsung. Gayung bersambut,
kata berjawab, kata orang. Pada kesempatan yang sama ditampilkan
pula tanggapan pejabat bersangkutan terhadap 'suara rakyat'
tadi.
Acara ini dirancang, kata Ani Sumadi, untuk membahas berbagai
masalah di sektor public service. Seperti dipertunjukkan sejak
nomor pertama, Januari lalu, Pelangi membahas seluk-beluk
pelayanan Pos & Giro. Dua bulan kemudian mengenai masalah
angkutan umum. Serbaserbi lingkungan hidup menyusul. Nomor
berikutnya memperbincangkan hal keluarga berencana, dan
seterusnya masalah kesadaran hukum. Nomor keenam dengan topik
lalu-lintas seharusnya muncul November, tapi ditunda
pemutarannya sampai 9 Desember.
Konsep Pelangi ini sebenarnya disusun Ani Sumadi sejak tahun
1976 bersama Kris Biantoro untuk tontonan di Pendopo Sasono
Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah, yang akan
dipertunjukkan sekali sebulan atau dua bulan sekali. "Tontonan
ini sekaligus akan direkam untuk siaran TVRI," tuturnya.
Rancangan itu ternyata lama tersimpan sebagai angan-angan.
"Maklum, ada saja kerepotan lain," cerita Ani.
Akhirnya Pelangi tampil di layar 1VRI awal 1981. Penggarapannya
makan banyak waktu dan tenaga. Ani Sumadi jelas tak bekerja
sendiri. Untuk merumuskan topik yang akan dipilih dia berembuk
dengan Maruli Simorangkir SH, sehari-hari pengacah, sekjen
Peradin, serta Hartono, seorang pejabat di luar TVRI.
Idris Sardi dihubungi untuk mengolah musiknya. Kemudian
pengkajian visualisasinya dipercayakan kepada Hardi Sofyan,
teknisi TVRI. Dia trampil memainkan tipuan elektronis yang
fasilitasnya tersedia di studio. Dan di sanasini peranan Kris
Biantoro menciptakan suasana pertunjukan menjadi meriah.
Pengambilan gambar berlangsun di dalam dan di luar studio. Dan
awak TVRI yang terlibat sedikitnya 40 orang.
Biaya TVRI yang disediakan untuk Pelangi hanya Rp 3,5 juta per
nomor. Hampir separuhnya ditelan oleh keperluan musik. Ani
Sumadi sendiri, dalam status nonkaryawan, tak bersedia
menyebutkan honornya. Juga Maruli. Sedangkan Kris berkomentar:
"Ha? Di TVRI ini mau cari honor, ya salah . . . "
Namun semangat kerja yang ditunjukkan para penggarap Pelangi
itu, seperti dilaporkan wartawan TEMPO, Abdul Muthalib, boleh
dipujikan. "Kita asyik kerja dengan Ibu Ani ini," kata seorang
awak TVRI. "Soalnya kita juga diberi peluang menyumbang ide."
Apa saja komentar publik? Dari sejumlah surat yang masuk
seluruhnya memuji. "Tapi variasinya belum mencapai seperti yang
saya inginkan," kata Ani Sumadi. "Misalnya, saya belum berhasil
menyajikan musiknya dalam bentuk pagelaran orkestra. Juga saya
masih ingin ada hidangan tari di dalamnya."
Kris dan Kus sebagai pembawa acara, menurut Ani Sumadi, sudah
merupakan paduan harmonis. Kus dipilih karena suaranya cocok
mengalunkan lagu Pelani. Juga ia bertugas mendampingi. "Kalau
saya ngomong sendirian, nanti ada kesan menggurui," kata Kris.
Kris benar. Beban yang dibawa Pelangi tersirat dalam bait
pertama lagu lama yang terkenal itu: Pelangi, aneka warna
melengkung bumi/Titisan dewata indera sakti/Pembawa berkah abadi
. . .
Selamat ulang tahun !
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini