Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sungguh sulit mencari Muhamad Triyono, Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok, belakangan ini. Ke-dua telepon selulernya jarang diangkat. Dicari di kantornya pun ia tak ada. Barulah Kamis sore pekan lalu, politisi Partai Persatuan Pembangunan ini sempat mengangkat telepon. Suaranya lemas, ”Saya sedang rapat.” Setelah itu, telepon genggamnya kembali padam.
Triyono memang sedang tersudut. Ini berkaitan dengan rapat Panitia Musya-wa-rah DPRD Depok dua pekan lalu. Sebagian anggota Dewan sempat mempertanyakan tindakan Triyono yang dinilai kebablasan. Pertengahan April lalu, ia menyerahkan dua naskah kepada Wakil Wali Kota Depok, Yuyun Wirasaputra-. Isinya berupa rancangan peraturan dae-rah tentang pelarangan pelacuran dan pelarangan peredaran dan penjual-an minuman beralkohol. Usai menemui Yuyun, dia tampak ceria. ”Tanggap-an pemerintah bagus,” kata Triyono saat itu.
Hanya, belakangan terungkap ada kejanggalan. Kedua rancangan itu isinya hampir sama dengan peraturan daerah- serupa yang telah diberlakukan di Kota Tangerang, Banten. Bahkan pasal me-nge-nai penjualan minuman keras di toko bebas bea dalam bandar udara juga dicantumkan. Padahal semua orang tahu di Depok tak ada bandara.
Keteledoran itu membuat DPRD Depok- geger. ”Kami terus terang kaget. Kok rancangan perda yang belum pernah dibahas di rapat paripurna bisa diajukan ke pihak eksekutif?” kata Ke-tua Fraksi Persatuan Bangsa, H.M. Maz-hab, Kamis pekan lalu. Triyono sendiri ada-lah wakil Mazhab di fraksi gabung-an PPP dan Partai Kebangkit-an Bangsa itu. Sesuai de-ngan tata tertib, rancang-an peraturan daerah yang diusulkan Dewan baru bisa diajukan ke pemerintah kota setelah disetujui mayoritas fraksi dalam sidang paripurna.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Rintisyanto, tak kalah gondok. ”Kami ke-co-longan,” katanya ber-ulang-ulang. Menurut dia, beredarnya naskah jiplak-an itu mengesankan DPRD Depok tidak bisa membuat rancangan sen-diri. ”Prosesnya pun salah. Seharusnya perumusan rancangan dimulai dengan- sebuah kajian akademis,” katanya.
Kekecewaan itulah yang ditumpahkan dalam rapat Panitia Musyawarah yang beranggotakan para pemimpin fraksi dan komisi. Di situ Triyono dimin-ta- memberikan penjelasan. ”Dia -mengaku salah,” kata Mazhab.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejah-te-ra, Qurtifa Wijaya, juga menilai Triyono bertindak kurang tepat. ”Seharusnya rancangan itu tidak diserahkan ke wakil wali kota dulu,” katanya. Namun, dia juga menyesalkan adanya salah persepsi di masyarakat: seolah-olah naskah yang kini beredar itu sudah resmi keputusan DPRD Depok. ”Padahal itu baru bahan kajian, yang bukan untuk konsumsi publik,” ujarnya.
Menurut Qurtifa, naskah itu didapat Ko-misi A DPRD Depok saat bertandang ke Tangerang, Maret silam. Selama ku-rang-lebih tiga jam, mereka berdisku-si soal penerapan peraturan daerah anti-maksiat. Saat pulang, anggota mereka- dibekali naskah Peraturan Daerah Ta-ngerang No. 7/2005 tentang Pelarang-an Peredaran Minuman Beralkohol, dan Perda No. 8/2005 tentang Pelarangan Pe-lacuran. Kedua naskah itulah yang ke-mu-dian diteruskan Triyono ke Pemerin-tah Depok. Hampir tanpa perubahan, hanya judulnya yang berubah, kata Tangerang diganti Depok.
Ribut-ribut itu tak menghentikan sebagian politisi DPRD Depok membahas rancangan peraturan daerah antimaksiat. Senin ini, mereka akan menggelar rapat dengan Biro Hukum Pemerintah Depok. ”Pekan ini, kami juga diundang Universitas Indonesia untuk mengkaji rancangan perda itu,” kata Qurtifa.
Ada juga kubu yang mempersoalkan proses pembahasan itu. Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Siswanto, meminta pembahasan kedua- rancangan peraturan dae-rah tidak dimonopoli Ko-misi A, melainkan dise-rahkan kepada panitia khusus. ”Sebenarnya, kalau mau jujur, apa Depok perlu peraturan antimaksiat?” ujar-nya.
Wahyu Dhyatmika, Indriani Dyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo