Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pecut Bambu dari Bulukumba

Peraturan daerah yang bernuansa Islam diterapkan di Bulukumba. Bahkan ada desa yang memberlakukan hukuman cambuk.

8 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adat basandi syara, syara basandi kitabullah.

Pepatah ini milik orang Padang di Sumatera Barat. Sejak dulu -urang awak memang ber-usaha melaksa-nakan syariat- Is-lam dalam kehidup-an sehari-hari. Nun- di Bulukumba, Sulawesi Selatan, ada se-buah desa yang uniknya juga ber-nama- Pa-dang. Kedua-nya tak ada hubung-an-nya, tapi ada upaya- yang mirip: menja-lankan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat.

Desa Padang, yang berada di Kecamat-an- Gantarang, Bulukumba, malah cu-kup- serius melaksanakan aturan bernuansa- Islam. Desa ini memiliki Peraturan Desa Nomor 5 Tahun 2006 tentang Hukuman Cambuk. Hukuman cambuk di-kenakan bagi penzina, penjudi, dan tukang mabuk.- Pelaku penganiayaan juga dicambuk.

Hingga kini, tiga orang telah dicam-buk-. Suharman, misalnya, dihukum cam-buk lantaran mengirim surat cinta ke istri orang lain. Nasir dipecut karena menganiaya anak-anak. Karena meng-ania-ya orang pula, Arifin dicambuk. Me-reka dicambuk di depan rumah kepala desa, disaksikan warga desa. Alat cambuknya berupa bambu dibelah empat yang panjangnya hampir dua meter.

Desa itu juga mencoba menampilkan- identitas Islam melalui berbagai hal ber-bau Arab. Misalnya, seluruh jalan di sa-na ditulis dengan huruf Arab. Papan na-ma di pintu rumah warga yang berpenduduk 3.261 jiwa ini juga memakai abjad Arab. Begitu juga kantor desanya.- Ciri khasnya, tulisan berwarna putih de-ngan dasar hijau.

Lihat pula di atas pintu masuk rumah A. Rukman A. Jabbar, Kepala Desa Pa-dang. Ada tulisan ”Maaf tidak melayani tamu wanita yang tidak berjilbab”. Tapi, yang ini menggunakan huruf Latin. Ten-tu Rukman paham tak semua wanita pin-tar membaca aksara Arab. Dia dengan bangga mengatakan desanya telah menjalankan syariat Islam.

Rukman bilang Desa Padang menjadi percontohan sebagai desa muslim sejak 2003. Desa ini juga telah mengeluarkan peraturan daerah menyangkut zakat. Hasilnya, pada 2005 zakat di sana mencapai Rp 24 juta, ini lebih besar dari pajak yang terkutip Rp 19 juta.

Desa Padang bukan satu-satunya- yang melaksanakan syariat Islam. Ada sejumlah desa lagi yang juga dikenal sebagai desa muslim. Di antaranya Desa Lem-banna (Kecamatan Kajang), Bolong (Ujung Loe), Ela-ela dan Bintarore (Ujung- Bulo), Garuntungan (Tindang), Ka-lumpang (Bontotiro), Darubiah (Bontobahari), Singa (Herlan), Ballasoroja (Bu-lukumpa), dan Palampamg (Ritauale).

Bupati Bulukumba, A. Patabai Paboko-ri, juga bertekad menjadikan daerah- yang dipimpinnya sebagai kawasan sya-riat Islam. Ada peraturan daerah ber-nuan-sa Islam. Salah satunya adalah per-aturan daerah tentang pandai baca Al-Quran bagi siswa dan calon pengantin. Kebijakan ini didukung penuh oleh DPRD. ”Kalau untuk kebaikan, memang harus didukung,” kata Muhammad Arif, Ketua DPRD Bulukumba.

Hanya, muncul kritikan dari luar. Sa-lah satunya berasal dari Anton Obey, Ke-tua Harian Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa di Makassar. Ia mengatakan, pemerintah jangan hanya melihat kepen-tingan masyarakat mayoritas. ”Harus ditanya dulu, termasuk warga nonmuslimnya, sudah siap tidak. Tetapi jangan memaksa,” katanya.

Anton juga berharap agar agama tidak dicampur aduk dengan politik. ”Sebab, po-litik itu berujung pada kekuasaan, se-dang-kan agama berujung kasih,” katanya.

Pernyataan tak setuju juga disampaikan aktivis perempuan Sulawesi Sela-tan, Zohra Andi Baso. Dia curiga, pene-rapan syariat Islam ini nantinya akan mengarah ke pemaksaan kehendak oleh penguasa. ”Nanti akan mendidik umat Islam menjadi munafik,” katanya.

Kritikan itu belum tentu sampai ke te-linga warga Desa Padang, yang berja-rak 180 kilometer dari Makassar. War-ga di sana pun sebenarnya belum sepenuhnya- bi-sa menerima aturan yang ditetapkan. Se-bagian masih mengenakan busana muslim seadanya, menutup kepala de-ngan hanya melilit handuk, dan berba-ju lengan pendek. ”Saya belum siap de-ngan syariat Islam,” kata Erna, 20 tahun, seorang warga di sana. Berkali-kali wanita itu dinasihati kepala desa, tapi ia sering lupa menutup kepalanya.

Nurlis E. Meuko, dan Irmawati (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus