UNJUK rasa petani Langkat sungguh mengharukan. Sebanyak 118 orang -- terdiri dari 79 wanita, 15 lelaki, serta 24 bayi dan anak-anak -- bertekad menginap di kantor DPRD Tingkat I Sumatera Utara, sampai tuntutan mereka dikabulkan. Tangis dan lengking bayi kelaparan benar-benar mencekam, karena, rupa-rupanya petani asal Pos III Lingkungan Sidodadi, Alur Dua, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, itu tak siap dengan perbekalan. Senin 13 November lalu, mereka datang mengadukan tanahnya yang ditraktor PT Anugerah Langkat Makmur (ALM). Dengan menumpang dua bis -- keduanya dihiasi bendera Merah Putih diapit bendera kuning Golkar -- delegasi menempuh jarak lebih dari 100 km. Tujuannya, meminta bantuan DPRD I di Medan. PT ALM mendapat kuasa dari Pemda Langkat untuk mengolah lahan transmigrasi lokal yang mau dijadikan perkebunan kelapa sawit, dengan sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Arealnya lebih dari dua ribu hektare, termasuk di wilayah Alur Dua. Kebetulan, penduduk merasa berhak karena sudah menggarap tanah di Alur Dua itu berdasarkan surat keputusan yang diteken lurah dan camat. Menurut laporan Sofyan Lubis, juru bicara delegasi, sejak awal Juli hingga 10 November lalu, PT ALM telah mentraktor lahan petani seluas 236 ha. Kerugian, termasuk pepohonan, seperti kopi dan karet, yang hancur kira-kira Rp 294 juta. Gumsalati, S.H., penasihat hukum dari Badan Pembinaan Konsultasi Hukum Musyawarah Kekeluargaan Gotong-Royong (BPKH-MKGR) lantas membuka datanya. Yang ditumbangkan: 19.500 batang karet, 77 pohon durian, dan 3.850 batang kopi. Kasus itu, katanya, 14 Oktober lalu, sudah diadukan ke Kapolsek Babalan. Akhir Oktober, mereka -- atas nama 12 penggarap -- mengadu ke DPRD II Langkat. Salah satu hasilnya, Bupati Langkat melayangkan surat ke PT ALM, agar pentraktoran di atas tanah garapan ke-12 warganya itu disetop. Kenyataannya, menurut Samin Butarbutar, pentraktoran jalan terus. Di depan Komisi A DPRD Sum-Ut, mereka merasa tak puas dengan solusi yang ditawarkan. Yang mereka tuntut adalah: PT ALM harus keluar dari lokasi. "Kalau tidak, kami tak akan kembali," begitu ancamannya. Padahal, kata Amir Suherman, Wakil Ketua DPRD I Sum-Ut, yang sudah menghubungi Bupati Langkat Zulfirman Siregar, tanah yang diributkan itu sudah tak dijamah traktor lagi. Namun, mereka tetap saja mengancam akan bertahan di gedung DPRD Sum-Ut. Baru keesokan harinya, Pelaksana Asisten I Pemerintahan Ny. Rohani Darus Danil, S.H., sebagai wakil Gubernur Sum-Ut, menemui pengunjuk rasa. Mereka tetap tak puas. Tapi, rupa-rupanya perut dan tangis anak-anak yang kelaparan mengendurkan niat mereka untuk bertahan menginap di DPRD. Mereka ternyata tak mendapat bantuan dan tak punya bekal makanan. Hanya kebetulan, wartawan yang meliput lantas mengadakan kolekte dari koceknya untuk membelikan makanan. Sore harinya, mereka cabut dan balik ke desa. Kendati penyelesaian yang dijanjikan belum tuntas. Tim khusus Bupati Langkat, setelah meninjau lapangan, tak menemukan data yang disebutkan pengunjuk rasa. Rustam Nawi, Pembantu Bupati Wilayah III Teluk Haru, Langkat, mengingatkan: "Hingga kini, kami belum menjumpai bekas lahan tanaman yang ditraktor. Kalau tanaman yang ditebas, sudah banyak," tutur Lukman Hakim, Sekretaris Tim Posko. Haji Anief Kabul, Direktur Utama PT ALM pun menyangkal protes penduduk. "Laporan dari staf saya, hanya 4 ha saja, kok. Itu pun, menurut staf saya, hanya kekhilafan saja," katanya. Suhardjo Hs., Sarluhut Napitupulu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini