Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Garut periode 2009-2014, Aceng Fikri yang dahulu berpasangan dengan aktor Dicky Chandra, kini kembali mencalonkan diri dalam Pilkada 2024 melalui jalur independen, setelah mendaftar di KPUD Garut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aceng Fikri menyatakan bahwa dengan menyerahkan dokumen syarat dukungan ke KPU, ia menunjukkan niatnya untuk kembali berkompetisi dalam Pilkada 2024. "Bukti syarat dukungan yang kami serahkan sebanyak lebih dari 140 ribu atau lebih dari 50,1 persen dari batas dukungan minimal yang dipersyaratkan," katanya di KPU Garut, Minggu malam, 12 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aceng Fikri mengungkapkan bahwa ada dorongan dan dukungan dari masyarakat untuk maju bersama Dudi Darmawan dalam Pilkada 2024. "Niatan saya maju kembali di Pilkada 2024 ini karena masih banyak yang belum selesai saat saya menjabat bupati dulu, dan masyarakat masih berkehendak untuk saya maju kembali, jadi perjuangan belum selesai dan tertunda pada waktu itu," ujarnya.
Namun keinginan Aceng Fikri tampaknya harus tertunda. Dikutip dari Antaranews, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyatakan tiga pasangan bakal calon bupati/wakil bupati dari jalur perseorangan berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi syarat jumlah minimal dukungan, sehingga dipastikan pilkada 2024 di daerah itu tidak ada dari calon independen.
"Status dari bakal calon yang datang, dikembalikan karena tidak memenuhi syarat minimum, walaupun memang secara sebaran itu memenuhi, tapi setelah dihitung, itu batas minimumnya, belum memenuhi ketiganya," kata anggota Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Garut Dedi Rosadi kepada wartawan di Garut, Selasa, 24 Mei 2024.
Menurut Dedi, sesuai aturan yang berlaku pasangan calon dari jalur perseorangan pada pilkada Garut harus menyerahkan syarat minimal sebanyak 129.939 dukungan tersebar di 22 dari 42 kecamatan.
Namun hasil pemeriksaan berkas perseorangan itu, Agis Muchyidin-Salman Alparisi sebanyak 109.275 dukungan, lalu Aceng HM Fikri-Dudi Darmawan 98.292 dukungan, dan Agus Supriadi berdasarkan data yang masuk ke sistem pencalonan hanya satu dukungan.
Aceng Fikri tak terima sehingga ia berniat mengajukan sengketa proses Pilkada Garut ke Bawaslu Kabupaten Garut.
Profil Aceng Fikri
Aceng Fikri lahir pada 5 September 1968 di Garut, Jawa Barat. Ia memulai karier politiknya dari bawah, berawal dari jabatan di tingkat desa hingga akhirnya berhasil meraih posisi tertinggi di pemerintahan Kabupaten Garut. Pendidikan formal Aceng tidak setinggi para politikus lain, namun ia dikenal memiliki karisma dan kemampuan berpolitik yang mumpuni.
Aceng Fikri mulai dikenal publik saat ia terpilih sebagai Bupati Garut pada 2009. Sebagai bupati, Aceng membawa beberapa perubahan signifikan di Garut, terutama dalam bidang infrastruktur dan pelayanan publik. Pada masa awal kepemimpinannya, ia banyak mendapat pujian atas upayanya meningkatkan kualitas jalan dan fasilitas umum di kabupaten tersebut. Selain itu, program-program kesejahteraan masyarakat yang ia gulirkan cukup berhasil meningkatkan taraf hidup sebagian warga Garut.
Namun, masa jabatannya tidak lepas dari kontroversi dan kritik. Kebijakannya sering dianggap tidak konsisten dan beberapa proyek infrastruktur dilaporkan mengalami pembengkakan biaya yang tidak wajar. Meski demikian, Aceng tetap populer di kalangan masyarakat pedesaan yang merasakan langsung dampak positif dari beberapa programnya.
Kasus Pemakzulan
Karier politik Aceng Fikri mencapai titik nadir pada akhir 2012 ketika ia terlibat dalam skandal pernikahan singkat. Kasus ini bermula dari pernikahannya dengan seorang gadis berusia 17 tahun yang hanya berlangsung selama empat hari. Skandal ini mencuat ke publik dan memicu kemarahan luas. Banyak yang mengecam tindakan Aceng sebagai tidak bermoral dan merusak citra pejabat publik.
Kasus ini berujung pada pemakzulan Aceng oleh DPRD Garut pada 2013. Proses pemakzulan tersebut dilakukan setelah melalui serangkaian sidang dan tekanan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan tokoh agama. Alasan pemakzulan tidak hanya terbatas pada skandal pernikahan singkat, tetapi juga mencakup dugaan penyalahgunaan wewenang dan kebijakan yang tidak transparan.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA I SIGIT ZULMUNIR I YANDI M