Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok masyarakat Tuli di Indonesia menggunakan dua jenis bahasa untuk berkomunikasi. Yaitu, Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Berikut ini perbedaan antara SIBI dan Bisindo.
“Bisindo merupakan bahasa yang berkembang secara alami di kelompok masyarakat Tuli Indonesia, sedangkan SIBI adalah tata cara mempresentasikan bahasa lisan Indonesia ke dalam gerakan tertentu,” ujar Adi Kusumo Baroto, Peneliti Bahasa Isyarat dari Laboratorium Riset Bahasa ISyarat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, kepada Tempo, Senin 8 Juli 2018.
Menurut Adi, Bisindo memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa lisan yang digunakan orang-orang mendengar pada umumnya. Perbedaan tata bahasa itu mencangkup semua unsur mulai dari fonologi, morfologi, sintaksis, pragmatis dan unsur lainnya.
Baca juga:
Saung Harmoni, Kelompok Angklung Tunanetra
Pilkada 2018, Cerita Pemilih Tunanetra dari Bilik Suara
“Contoh bahasa isyarat alami lain adalah American Sign Language atau ASL, maupun British Sign Language atau BSL,” ujar Adi. Menurut Adi, ada sekitar 100 jenis bahasa isyarat aalami yang berkembang di masyarakat Tuli dunia, salah satunya Bisindo.
Sementara itu, SIBI bukanlah bahasa alami yang berkembang di kelompok masyarakat Tuli, melainkan sebuah sistem atau cara untuk merepresentasikan tata bahasa lisan Indonesia ke dalam isyarat buatan. SIBI memiliki struktur yang sama dengan tata bahasa lisan Indonesia. “Seperti adanya penggunaan awalan dan akhiran,” ujar Adi.
Bisindo sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Syangnya, saat itu literatur, penelitian dan kajian mengenai Bisindo sangat minim. Referensi yang sangat minim ini membuat Bisindo tidak populer di masyarakat luas termasuk pemerintah. “Bisindo dianggap sebagai bahasa primitif,” ujar Adi.
Karena keberadaannya yang tidak muncul ke permukaan, , pemerintah menciptakan sistem bahasa sendiri yang disebut SIBI dan mengesahkan penggunaannya di sekolah sekolah luar biasa maupun lembaga pada 1994. Sayangnya, penciptaan SIBI tidak melibatkan kelompok masyarakat Tuli. Sehingga SIBI kurang dapat diterima luas oleh kelompok masyarakat Tuli. “Banyak kosa kata yang contentnya mengadopsi isyarat. (gerakan) Amerika,” ujar Adi.
Hingga saat ini, penggunaan bahasa isyarat di kelompok masyarakat Tuli masih terpecah. Ini karena SIBI masih digunakan sebagai bahasa pengantar resmi di SLB. Sedangkan penggunaan Bisindo yang lebih mempresentasikan maksud masyarakat Tuli masih belum diterapkan penggunaannya di sekolah-sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini