Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Risiko Koalisi Gemuk Pendukung Gemoy

Prabowo akan merangkul partai pendukung rivalnya di pemilihan presiden. Koalisi gemuk cenderung memicu penyalahgunaan kekuasaan.

25 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Prabowo Subianto (kelima kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kelima kiri) bersama sejumlah ketua umum parpol Koalisi Indonesia Maju di Indonesia Arena, Jakarta, 25 Oktober 2023. ANTARA/Galih Pradipta/wpa/tom.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman memberi sinyal bahwa Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan membentuk koalisi gemuk dalam mengawal pemerintahannya ke depan. Koalisi gemuk itu akan beranggotakan Koalisi Indonesia Maju dan sejumlah partai politik pendukung calon presiden rival Prabowo dalam pemilihan presiden 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Habiburokhman mengatakan, setelah menemui Ketua Umum Partai NasDem—anggota Koalisi Perubahan yang menjadi pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar—Surya Paloh, Prabowo juga akan menyambangi sejumlah ketua umum partai lainnya. Satu di antaranya adalah pemimpin Partai Persatuan Pembangunan—partai pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dalam pemilihan presiden.

"Bukan hanya NasDem, ya. (Akan) ketemu jajaran pemimpin PPP juga," kata Habiburokhman di Kompleks DPR, Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024.

Habiburokhman menegaskan, Prabowo tak ingin membuang-buang waktu. Sehingga Ketua Umum Gerindra itu memilih bergerak cepat untuk merangkul semua partai politik. Tujuannya agar Prabowo-Gibran bisa langsung merealisasi program kerjanya setelah pelantikan presiden dan wakil presiden pada Oktober mendatang. “Jadi, mulai Oktober, sudah mulai langsung 'gas pol'," kata dia.

Komisi Pemilihan Umum menetapkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pemilihan presiden pada 20 Maret 2024. Pasangan calon presiden nomor urut dua itu meraih 96,21 juta suara atau 58,6 persen. Dua rivalnya, Anies-Muhaimin memperoleh 40,97 juta suara atau 24,9 persen dan Ganjar-Mahfud meraih 27,04 juta suara atau 16,5 persen.

Tujuh partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju menjadi pengusung Prabowo-Gibran. Ketujuh partai itu adalah Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gelora. Tapi hanya empat partai pengusung Prabowo yang berhasil meraih suara dalam Pemilu 2024 di atas ambang batas parlemen, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN.

Keempat partai tersebut diperkirakan hanya memiliki 280 kursi di DPR. Angka ini tak sampai setengah dari total 580 anggota DPR periode 2024-2029. Sekitar 300 kursi DPR lainnya diraih PDI Perjuangan, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera.

Setelah penetapan KPU tersebut, Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan pelaksana tugas Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, memberikan ucapan selamat atas hasil pemilu tersebut. Mardiono bahkan mendoakan agar hasil pemilihan presiden merupakan yang terbaik bagi Indonesia.

"Semoga hasil pemilihan presiden dan wakil presiden ini merupakan yang terbaik untuk bangsa, negara, dan rakyat Indonesia," kata Mardiono, Kamis pekan lalu.

Adapun Surya Paloh sudah bertemu dengan Prabowo secara langsung, Jumat pekan lalu. Seusai pertemuan itu, Paloh memberi sinyal akan bergabung ke koalisi pemerintahan Prabowo ke depan. “Itu 50 : 50 possibility-nya,” kata Paloh.

Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto bertemu Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta, 22 Maret 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, berpendapat bahwa Prabowo-Gibran membutuhkan tambahan koalisi jika ingin mendominasi parlemen. Prabowo membutuhkan dukungan partai politik yang mayoritas di DPR agar menantu Presiden Soeharto itu leluasa menjalankan agenda politiknya.

“Koalisi gemuk menjadi keharusan pemerintahan Prabowo-Gibran agar di kabinet dan parlemen aman,” kata Ujang, Ahad, 24 Maret 2024.

Ia menduga kuat Prabowo akan merangkul semua partai di DPR. Sebab, calon presiden yang dicitrakan gemoy—artinya gemas atau menggemaskan—selama masa kampanye itu pasti akan kesulitan merealisasi janji politiknya ketika tak memiliki dukungan kuat di parlemen.

Ujang mencontohkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) dan Joko Widodo (2014-2024) yang merangkul partai pendukung rivalnya dalam pemilihan presiden ke dalam koalisi pemerintah. Mereka memastikan kekuatan partai politik pendukungnya di DPR menjadi mayoritas.

Namun Ujang mengingatkan dampak buruk ketika koalisi partai pendukung pemerintah sangat gemuk. Kondisi tersebut akan sangat berbahaya ketika eksekutif hanya mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Eksekutif akan cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan karena pengawasan DPR melemah.

Checks and balances tidak akan ada. Lalu oposisinya akan bergeser kepada masyarakat sipil dan akademikus,” kata dia. “Kekuasaan yang kuat, maka penyalahgunaannya juga akan banyak.”

Ia menganjurkan, meski tidak mayoritas, oposisi di DPR harus tetap tangguh. Sehingga mereka tetap dapat mengawasi eksekutif dengan baik.

Prabowo Subianto menyampaikan pidato seusai penetapan sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kertanegara, Jakarta, 20 Maret 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo, menilai koalisi gemuk cenderung hanya akan menguntungkan pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan. “(Manfaat) bagi publik sendiri sepertinya tak ada. Koalisi gemuk itu lebih ke kepentingan elite,” kata Wasisto, kemarin.

Ia berpendapat koalisi partai politik pendukung pemerintah yang gemuk akan berdampak buruk terhadap demokrasi. Sebab, mekanisme pengawasan dan kontrol DPR terhadap eksekutif akan berkurang. Di samping itu, ada potensi penyeragaman narasi dan kepentingan sehingga aspirasi yang berbeda maupun kritik belum tentu terakomodasi.

“Melemahnya oposisi tentu berpotensi adanya penyalahgunaan kekuasaan, baik langsung maupun tak langsung, dari pemerintahan berkuasa,” katanya.

Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Akhyar, mengatakan Prabowo-Gibran memang sangat berkepentingan untuk merangkul banyak partai politik penghuni Senayan. Sebab, Prabowo-Gibran tentu ingin memastikan program kerja dan agenda politiknya tidak tersumbat di DPR.

Namun, kata dia, situasi tersebut akan sangat berbahaya terhadap keberlangsungan demokrasi. Padahal, dalam demokrasi, dibutuhkan kekuatan pengontrol di luar pemerintahan, di antaranya di DPR.

“Jika semua partai politik dirangkul, pemerintah dapat seenaknya menjalankan agendanya. Atau bisa jadi otoriter dengan menggunakan kedok demokrasi,” kata Usep.

Menurut dia, upaya Prabowo-Gibran merangkul partai sebanyak-banyaknya merupakan jalan pintas untuk memastikan agenda politik mereka dapat terealisasi. Mereka tidak mau pusing akan adanya pengawasan dan kontrol dari legislatif.

Ia khawatir ketika semua partai politik bergabung ke koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Dampaknya, partai politik di parlemen hanya akan menjadi perpanjangan tangan eksekutif. “Ini mirip di Orde Baru, semua lembaga, termasuk legislatif, hanya pura-pura. Padahal mereka tidak melakukan fungsi legislatif dengan baik.”

RUSMAN PARAQBUEQ | AULIA SABRINI SARAGIH | ADINDA JASMINE PRASETYO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus