Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Banjir Kritik Rencana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor

Rencana Presiden Prabowo maafkan koruptor banjir kritik. Mafhud Md, IM57+ Institute, hingga ICW lontarkan ketaksetujuannya.

23 Desember 2024 | 08.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Prabowo Subianto memaafkan koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi, banjir kritikan. Sejumlah pihak mulai dari pakar hukum hingga aktivis antikorupsi tak sependapat dengan wacana tersebut. Mereka menilai upaya ini bertentangan dengan peraturan dan terkesan melindungi pelaku rasuah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu 18 Desember 2024, mengatakan akan memberikan kesempatan kepada koruptor untuk tobat. Pada pekan ini, Prabowo memberikan kesempatan para koruptor untuk mengembalikan hasil curiannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya Minggu ini dalam rangka memberi kesempatan untuk tobat. Hey para koruptor atau yang pernah mencuri, kalau kembalikan yang kau curi akan saya maafkan,” kata Prabowo, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis 19 Desember 2024.

Berikut deretan kritik terhadap wacana Prabowo maafkan koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsinya:

1. Indonesia Corruption Watch atau ICW

Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan bahwa wacana Presiden Prabowo memberi pengampunan bagi koruptor tak menyelesaikan persoalan. ICW menilai, ketimbang berwacana untuk memaafkan koruptor, kepala negara sebaiknya fokus untuk mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset.

“Komitmen itu telah tertuang dalam dokumen Asta Cita untuk memperkuat reformasi politik, hukum, birokrasi, dan penguatan pencegahan korupsi,” kata Agus dalam keterangannya, Jumat, 20 Desember 2024.

Karena itu, pihaknya mendorong agar Prabowo segera mengirimkan surat presiden untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas utama pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Hal semacam itu, katanya, lebih kongkret dibanding menggulirkan wacana pengampunan untuk koruptor.

“Percepatan realisasi regulasi soal perampasan aset juga lebih memiliki dampak positif ketimbang wacana tersebut. Ketika RUU ini disahkan dapat memulihkan aset negara untuk dimanfaatkan dalam mendukung percepatan program prioritas pemerintah,” ujarnya.

2. Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD

Pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK, Mahfud MD, menilai wacanan Prabowo mengampuni koruptor sangat berisiko dan bertentangan dengan Undang-undang (UU). Menurutnya, tindakan itu melanggar dua asas pemerintahan yaitu akuntabilitas dan transparansi.

“Kalau bertentangan dengan UU gampang dibuat UU baru. Tapi itu tadi transparansi dan akuntabilitas. Engga menjamin orang mengaku korupsi,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan ini di Kantor MMD Initiative, Jakarta Pusat pada Jumat, 20 Desember 2024.

Bekas calon wakil presiden di Pilpres 2024 ini juga mengatakan, tindakan Prabowo justru membuat koruptor tidak jera. Prabowo lebih baik melakukan tindakan tegas terhadap ‘backing’ kasus korupsi. Apalagi, Prabowo sudah mewanti-wanti pejabat tidak menjadi backing kasus.

3. IM57+ Institute

Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito mengatakan rencana Prabowo memaafkan koruptor yang mengembalikan hasil rasuah menjadi upaya untuk menjustifikasi peringanan hukuman koruptor dan bahkan pemaafan dengan dalih optimalisasi pemulihan aset hasil korupsi. Menurut dia, tidak ada regulasi di seluruh dunia yang mengatur upaya penghapusan pidana dengan pemulihan aset.

“Pemulihan aset dan penghukuman adalah dua rel yang berjalan bersamaan dan tidak menegasikan satu sama lain,” kata Lakso dalam keterangan resmi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Lakso menjelaskan, konsep mempercepat penanganan perkara khusus hanya untuk korporasi, dan bukan manusia. Sebab, korporasi tidak dihukum fisik. Adapun mekanisme deferred prosecution agreement digunakan untuk memastikan perkara korporasi dapat dikenakan kewajiban pembayaran dengan waktu cepat, sedangkan direksinya dan pejabat publik tetap dihukum.

“Jangan sampai adanya upaya dari free rider yang menjustifikasi upaya peringatan hukuman dan bahkan pemaafan dengan alasan optimalisasi pemulihan aset,” kata Lakso.

4. Pusat Studi Antikorupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman

Peneliti dari Pusat Saksi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Prabowo cenderung melegitimasi tindakan lancung para koruptor alih-alih memperkuat pemberantasan korupsi. Menurut dia, mengampuni koruptor yang telah mengembalikan hasil korupsi hanya akan menguntungkan kepada mereka.

 “Pernyataan Presiden Prabowo ini keliru karena ini hanya memberi keuntungan pada koruptor,” kata Herdiansyah saat dihubungi pada Kamis, 19 Desember 2024.

Herdiansyah Hamzah mengatakan, pernyataan Presiden Prabowo kontradiktif. Pernyataan itu juga tidak dapat dieksekusi karena menyimpang pada norma dan undang-undang. Sebab, pelaku tindak pidana korupsi tetap harus menerima hukuman meski telah mengembalikan kerugian negara.

“Prabowo menunjukkan ketidakpahaman terhadap aturan dan upaya pemberantasan korupsi,” kata dia.

Merujuk pada Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Herdiansyah menjelaskan, pengembalian uang atau kerugian negara oleh koruptor tidak melegitimasi bisa bebas dari jerat pidana. Pasal 4 UU tersebut telah mengatur secara jelas pengembalian kerugian negara atau perekonomian tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

5. Feri Amsari, Dosen hukum tata negara Universitas Andalas

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari juga menilai pernyataan Presiden Prabowo keliru dan tidak menggambarkan semangat pemberantasan korupsi. Secara aspek keadilan pun, kata dia, wacana tersebut lebih banyak menguntungkan pada koruptor bukan masyarakat

Feri berharap, Prabowo memahami lebih dulu ihwal aturan pemberantasan korupsi, agar tak terjebak dalam menyampaikan pendapat yang keliru. “Lebih baik paham dulu undang-undangnya, baru memberikan pernyataan,” katanya.

Hendrik Yaputra, Amelia Rahima Sari, Annisa Febiola, Novali Panji Nugroho dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus