POTRET Benny Moerdani sering tampil agak buram. Hanya sedikit yang mengenal pribadinya secara mendalam. Sebab, ia memang tak suka publikasi, tak ingin memamerkan ide atau tindakannya lewat media massa. Bahkan, tak jarang ia ditempatkan sebagai lawan oleh mereka yang membencinya. Namun, di balik keburaman itu, ternyata Jenderal (Pur) Leonardus Benyamin Moerdani ini punya kepribadian yang menarik. Ia adalah tokoh yang komplet, kaya pengalaman. Dan ini terkuak setelah terbit buku Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan, yang diluncurkan pekan lalu. Sebagai anggota ABRI, ia tampil menonjol di berbagai medan pertempuran tempat ia ditugaskan. Sosok Benny tampil sebagai jagoan perang, pemberani, dan sering nekat. Ini terlihat sejak usia bocah masuk Tentara Pelajar pada awal perang revolusi kemerdekaan sampai memegang tampuk pimpinan tertinggi Angkatan Bersenjata. Namun, di luar medan perang, Benny termasuk tangguh untuk mengupayakan perdamaian. Ini terlihat ketika menjadi diplomat, menyelesaikan konfrontasi Indonesia-Malaysia. Sejak awal, ia tak pernah percaya Vietnam menjadi ancaman seperti yang pernah menjadi warna diplomasi Indonesia. Dan pada tahun-tahun mendatang, ia juga tak melihat bakal adanya bahaya bagi Indonesia yang datang dari negara tetangga. Di pentas nasional, sosok Benny juga menonjol sebagai administrator, intelektual, dan politikus. Konsep-konsepnya untuk reorganisasi ABRI terasa tepat untuk tuntutan nasional sampai beberapa tahun lagi. Pemikirannya yang strategis mengenai pertahanan dan keamanan menjadi acuan bagi ABRI. Dan masyarakat luas pun lantas bisa menerimanya setelah memahami pemikiran dan keyakinannya mengenai wawasan kebangsaan. Musuh, pengritik, teman, anak buah, bisa berkumpul dan berdialog dalam kerangka yang sama, yakni wawasan kebangsaan itu. Dan salah satu indikatornya mungkin bisa dilihat ketika buku tentang Benny ini diluncurkan pekan lalu. Kiranya bukan karena buku semata para pengunjung yang terdiri dari berbagai lapisan dan kelompok itu berkumpul. Daya tarik yang paling kuat tentunya datang dari Benny sendiri, walau kini ia tak punya posisi atau kekuasaan apa pun. Pengungkapan diri Benny dalam konteks sejarah perjalanan bangsa Indonesia dalam buku inilah yang menjadi alasan Laporan Utama ini ditulis. Benny sebagai negarawan, politikus, intelektual yang bisa mewarnai kehidupan bernegara dan bermasyarakat menjadi inti bagian pertama. Karena karier utamanya di lingkungan ABRI, bagian berikutnya mencoba menampilkan prestasi dan pengalaman Benny di bidang militer. Tentu, sebagai negarawan, Benny diharapkan bisa mengemukakan ide-idenya mengenai masalah politik, keamanan, sosial, dan pribadinya sendiri. Itu terlihat dalam wawancara dengan Benny. Di samping itu, menjadi lengkap setelah Anda membaca pembahasan buku itu di bagian terakhir. Bagaimanapun, mungkin apa yang terungkap dalam buku itu belum transparan benar mengenai pengalaman Benny dalam konteks sejarah Indonesia. Sebagai orang intel, tentu Benny menyimpan berbagai informasi dan bahan yang selama ini belum diketahui banyak orang. Bisa jadi, setelah Benny menulis bukunya sendiri cita-citanya setelah tak lagi mendapat tugas menjadi abdi negara semuanya akan lebih nyata, baik mengenai sejarah Indonesia, ABRI, maupun dirinya. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini