Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut pemberian pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto oleh Presiden Joko Widodo merupakan bentuk pelecehan terhadap masyarakat sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya merasa ini seperti mengolok-olok masyarakat sipil," katanya saat ditemui di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat pada Kamis 27 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bivitri melanjutkan, pemberian pangkat Jenderal Kehormatan ini pertanda bahwa masyarakat sipil akan dibawa kembali ke masa Orde Baru. "Saya merasa kita akan dibawa lagi ke masa Orde Baru," ucapnya.
Menurut Bivitri, pengangkatan Jenderal Kehormatan kepada Prabowo jika diteliti dari segi hukum banyak sekali yang bermasalah. "Kalau diteliti secara hukum banyak masalah pengangkatan seorang tentara yang diberhentikan," ucapnya.
Meskipun ada yang berdalih Prabowo diberhentikan secara terhormat bukan dengan tidak hormat, kata pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu, tetapi tetap saja namanya diberhentikan..
Bivitri juga mempertanyakan kepentingan apa yang melatarbelakangi diangkatnya seorang mantan tentara yang diduga melanggar HAM sebagai Jenderal Kehormatan. Tentu ini hanya mengolok-olok masyarakat yang mengkritik dugaan pelanggaran HAM Prabowo di masa lalu. "Untuk apa coba tujuannya dan kenapa harus sekarang, relevansinya apa?" kata dia..
Namun, kata dia, tentu hal ini tidak perlu diambil pusing dan masyarakat sipil harus melanjutkan perjuangannya. Sebab orang-orang yang memberikan ruang kepada impunitas pada pelanggar HAM itu berada di lingkaran kekuasaan. “Ya jangan bersedih, bangkit dan teruskan perjuangan sebab pelanggar HAM masih berkeliaran di Istana,” ujar Bivitri.