Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden kelima Megawati Soekarnoputri mengatakan kehidupan seperti roda yang terus berputar. Ia mengatakan pernah mengalami masa sulit setelah peristiwa politik 1965.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mega bercerita saat peristiwa 1965 pecah, ayahnya yaitu Presiden pertama Soekarno dilengserkan. Kemudian, ia harus hidup sebagai rakyat biasa dan tak bisa melanjutkan sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia bercerita terlahir sebagai anak presiden. Namun, ia mengatakan baru bisa pindah ke Jakarta pada 1950, setelah agresi militer I dan II selesai.
Mega tumbuh besar di istana. Namun, akibat peristiwa 65 dan ayahnya (Soekarno) dilengserkan, ia hidup sebagai rakyat biasa.“Masa itu memang masa sulit bagi kami,” kata dia saat pengukuhan sebagai Profesor Kehormatan atau Guru Besar Tidak Tetap Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik Universitas Pertahanan, Jumat, 11 Juni 2021..
Namun, kata Megawati, dalam falsafah Jawa ada istilah cakra manggilingan atau kehidupan ibarat roda berputar. Setelah mengalami masa sulit, Mega mengatakan sejarah mencatat ia menjadi anggota DPR selama 3 periode. “Lalu menjadi wakil presiden, dan setelah itu menjadi presiden kelima RI,” ujarnya.
Megawati dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan atau Guru Besar Tidak Tetap Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik Universitas Pertahanan. Pemberian gelar oleh Unhan ini diklaim tak terlepas dari kepemimpinan Megawati sebagai presiden kelima Indonesia dalam menghadapi krisis multidimensi di era pemerintahannya, seperti konflik Ambon, konflik Poso, pemulihan pariwisata setelah bom Bali, dan penanganan permasalahan TKI di Malaysia.