Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Penasihat Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf, Romahurmuziy menguak fakta-fakta di balik terbitnya tabloid Obor Rakyat pada pilpres 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Romy, sapaan Romahurmuziy, yang pada pilpres 2014 merupakan Ketua Divisi Strategi tim kampanye Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu mengatakan penerbitan tabloid tersebut dilakukan oleh para simpatisan Prabowo-Hatta kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Obor Rakyat itu dibuat simpatisan. Saya di tim resmi pak Prabowo pada waktu itu dan saya pastikan itu bukan diproduksi tim resmi," kata Romahurmuziy seusai menjadi narasumber dalam Rakornas Tim Hukum dan Advokasi Jokowi-Ma'ruf di Jakarta, Jumat malam, 14 Desember 2018. Meski begitu, menurut dia, tim resmi mengetahui keberadaan tabloid tersebut.
Isu Tabloid Obor Rakyat kembali mengemuka setelah mantan politikus Gerindra La Nyalla Matalitti mengungkap pengakuan bahwa ia berperan dalam penyebaran tabloid itu pada pilpres 2014 untuk memfitnah Jokowi. Ia mengaku sudah meminta maaf kepada Jokowi berkaitan dengan hal tersebut.
Romy mengatakan tim resmi Prabowo-Hatta saat itu disodorkan contoh tabloid Obor Rakyat yang akan diproduksi dan diminta untuk mengoreksi isi tabloid tersebut. "Kami disodorkan 'dummy' tabloid itu dan diminta koreksi bagaimana menurut tim kampanye," ujar Ketua Umum PPP itu.
Saat itu, kata Romy, dirinya sebagai Ketua Divisi Strategi Tim Kampanye Prabowo-Hatta mengaku tak mau ikut-ikutan. "Saya katakan tidak ikut-ikut karena ini hoax dan kalau kalah akan menjadi masalah," ujarnya.
Dari situ, kata Romy, yang dapat dipastikan adalah penerbitan tabloid Obor Rakyat benar-benar dibuat oleh lawan politik Jokowi pada saat itu. "Isunya betul-betul made to order, di-'fabrikasi', khusus untuk Pilpres 2014. Saya menjadi saksi, bahwa isu antek komunis, antek asing, antek aseng dan anti-Islam itu adalah isu yang betul-betul di-'fabrikasi' lawan politik pak Jokowi," kata dia.
Menurut Romy, kala itu tabloid Obor Rakyat direncanakan dicetak sebanyak delapan edisi. Namun yang berhasil terbit hanya tiga edisi dan dicetak sebanyak satu juta eksemplar. "Kemudian dibagian kepada 242.000 masjid dan 28.000 pondok pesantren di seluruh Indonesia dengan isu yang memang dimakan kalangan agamawan," ujarnya.
Akibat pemberitaan Obor Rakyat itu, kata Romy, elektabilitas Jokowi pada satu bulan sebelum pilpres 2014 dilaksanakan, sempat tersalip oleh Prabowo.
Romy pun menilai saat ini produksi hoax yang dilakukan lawan politik Jokowi tetap dilakukan namun dengan peralihan medium dari sebelumnya tabloid menjadi media sosial. "Saya melihat perubahan medium ini selain karena mereka kapok, juga karena logistik mereka semakin pas-pasan," kata dia.
Mengacu kepada hal tersebut, Romy mewakili Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, meminta seluruh tim hukum dan advokasi bergerak ofensif dengan melaporkan setiap hoax yang ditujukan kepada Jokowi. Menurut dia, hoax yang terjadi di media sosial merupakan strategi lawan politik Jokowi. "Hoax ini bukan sekadar lontaran sporadis tapi sudah strategis dan sistematis," ujarnya.
Sementara itu, terkait Obor Rakyat, Partai Gerindra menilai La Nyalla seharusnya diproses secara hukum. Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Puyono mengatakan gaya kampanye dengan Obor Rakyat bukan sama sekali gaya seorang Prabowo Subianto. Justru Arief menilai sikap mantan ketua umum PSSI itu yang menyebabkan kekalahan Prabowo-Hatta di pilpres 2014. "Akibat La Nyalla yang membuat kampanye hoax, akhinya Jokowi-JK dapat simpati masyarakat dari Obor Rakyat itu," ujar dia.