Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) pada Jumat, 28 Maret lalu. Menteri Komunikasi dan Digital atau Komdigi Meutya Vianda Hafid yang hadir pada kegiatan pengesahan aturan ini mengatakan PP ini menjadi penting mengingat belum adanya regulasi di Indonesia yang mengatur perlindungan anak di ruang digital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam PP ini platform wajib memastikan perlindungan anak daripada kepentingan komersialisasi," kata Meutya di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meutya menjelaskan PP ini berupaya melindungi anak di ruang digital dengan memastikan anak-anak tidak terpapar konten berbahaya, baik yang bersifat eksploitatif atau yang mengancam data pribadi. PP ini juga akan mengatur ihwal pembatasan usia anak dalam beberapa kategori. Misalnya, usia 18 tahun sesuai definisi anak yang diatur dalam undang-undang. "Sekali lagi, ini bukan pembatasan. Kalau anak menggunakan akun dan didampingi orang tua, itu diperbolehkan," ujar Meutya.
Politikus Partai Golkar itu juga mengingatkan seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk tidak mengkomodifikasi anak dalam konten-konten di media sosial. Sebab, kata Meutya, sanksi tegas tengah disiapkan pemerintah kepada PSE yang tidak mematuhi peraturan dan tidak memiliki komitmen terhadap perlindungan anak. "Ada sanksi administratif mulai dari teguran sampai ke penutupan," ujarnya.
Sebelumnya, rencana pemerintah untuk membentuk regulasi tata kelola perlindungan anak di media sosial, mencuat sejak Februari lalu. Meutya Hafid mengklaim, saat itu instansinya tengah membentuk tim kerja khusus yang bertugas untuk menggodok kajian regulasi ini.
Dia mengatakan, aturan perlindungan anak di media sosial, merupakan permintaan Presiden Prabowo Subianto yang risau akan banyaknya konsumsi konten-konten tak senonoh di internet. "Tujuannya positif untuk melindungi, apalagi negara lain sudah memiliki aturan ini lebih dulu," kata Meutya.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.