ANAK tidak betah di rumah sering membuat orang tua resah. Tapi anak yang lebih betah di rumah pun ternyata bukan jaminan perangai seulah atau serba genah. Ini terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, yang jadi berita utama Malay Mail -- dan dikutip harian The Asian Wall Street Journal, pertengahan November lampau. Ceritanya, begini. Meski Malaysia dan Suriname berada setengah putaran bola dunia, belakangan ini jaraknya hanya sejangkauan telepon. Terutama di kalangan remaja Malaysia, ada yang rajin menelepon ke negara bekas jajahan Belanda di kawasan Amerika Selatan itu. Daya tariknya karena ada 30 nomor yang melayani obrolan mesum. Narasi sexcapades atau petualangan seks itu, ya, bahasa Inggris, ya, Jerman, dan bahasa Cina dialek Kanton. Biayanya 7,50 ringgit atau sekitar Rp 6.000 per menit. ''Rada mahal juga,'' komentar seorang wartawan Malaysia, setelah membaca berita di koran Malay Mail. ''Kenapa tidak ke Jalan Alor saja untuk mendapat yang betulan?'' kata si wartawan lagi. Mereka tidak ke Jalan Alor atau lokalisasi pelacuran di pusat Kota Kuala Lumpur boleh jadi karena masih terlalu muda. Menanggapi kejadian ini, beberapa orang tua mengungkapkan, anak mereka telah dikibuli teman-temannya yang memberi nomor-nomor telepon tadi yang disebutkan gratis. Sementara itu, ada lagi yang bersikukuh. Mereka menyanggah anaknya terlibat dalam perangai tak senonoh ini. Bahkan mereka menuding orang lain yang telah membajak saluran telepon mereka untuk keperluan bermesum suara itu. Malay Mail, yang menjuluki dirinya sebagai koran yang amat peduli pada keadaan merisaukan ini, melakukan investigasi setelah ada surat pembaca yang mengeluh tentang membengkaknya rekening telepon mereka. Hasilnya cukup mengejutkan ketika ditemukan musabab menggelembungnya rekening itu lantaran interlokal ke nomor-nomor telepon di Suriname. Nomor sexophone alias telepon seks ini dapat dilacak, menurut juru bicara kantor telepon Malaysia, adalah berkat kerja sama dengan sejawatnya di Suriname. Namun, cerita belum usai di sini. Sebab, sekalipun jalur ke Suriname dapat dihadang, para pecandu telepon cabul ini sudah menemukan nomor lain di Portugal. Secara bisnis pulsa yang menggunung berarti untung. Namun, menurut Yee Fok Hin, manajer pemasaran internasional Telekom Malaysia Bhd., pihaknya siap memangkas kontak mesum itu sebelum telanjur meruyak. Lain di Malaysia, lain lagi di Denmark. Menurut survei yang diadakan dwimingguan Boersens Nyhedsmagasin, yang dikutip kantor berita Reuters pekan lalu, kebutuhan penduduk terhadap layanan seksual, seperti pelacuran, pornografi, dan telepon mesum kian melambung. Majalah yang diterbitkan sebuah koran harian di Kopenhagen itu menyebutkan surveinya bertolak dari bahan yang diperoleh di Institut Riset Sosial Denmark, Biro Statistik Nasional, dan angka-angka dari kalangan produser pornografi. Hasil survei itu secara rinci adalah sebagai berikut. Tahun ini ditaksir pengeluaran orang Denmark untuk urusan seks meliputi 2,5 miliar crown atau sekitar Rp 736 miliar. Ini meningkat 8% lebih daripada tahun lampau. Di negeri seks mahamerdeka itu biaya untuk jajan di tempat pelacuran mencapai separuh dari jumlah tadi. Ini sama dengan pengeluaran tahun lalu. Sedangkan pengeluaran untuk main telepon cabul kini tercatat 700 juta crown atau Rp 206 miliar, ini meningkat sekitar 40% ketimbang tahun silam. Akan halnya pengeluaran untuk iklan seks, klub malam, kondom, serta perabot esek-esek lainnya tidak mengalami perubahan. Sementara itu, bahan bacaan porno kurang laku, sebab publik tampaknya beralih ke suguhan video mesum, yang dikabarkan laku keras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini