PENYAKIT asma sering muncul dalam bentuk, antara lain, bunyi mengerinyit pada pernapasan. Tapi sekadar bunyi napas dan keluhan sesak napas dari pasien kini dianggap tak lagi memadai untuk memberikan pengobatan yang paling pas pada para penderitanya. Dengan alasan itulah Universitas Liverpool, Inggris, melahirkan alat barunya, Pulmonary Sound Analyzer (PSA), sebagai detektor asma yang canggih. Dengan PSA, seorang dokter yang miskin pengalaman sekalipun secara mudah akan mampu menunjukkan tingkat kekronisan asma pada seorang pasien. Betapa tidak. Kondisi paru-paru pasien bisa terbaca dari layar komputer. Proses analisa dan diagnosa penyakit telah dilayani oleh perangkat lunak komputer, yang dibuat programnya oleh dokter-dokter ahli dan pakar komputer. Untuk membuat diagnosa itu, seorang dokter cukup meminta pasiennya mengisap dan mengembuskan napas lewat sebuah batang berongga, berbentuk mirip mike, yang diletakkan di ujung bibir pasien. Di dalam batang itu terdapat transduser, sensor yang mengukur data pernapasan, seperti frekuensi suara kerinyit asma, kekuatan helaan dan semburan napas. Sensor ini mampu mengukur frekuensi 0-3 kHertz. Selanjutnya, data pernapasan itu dikirim ke induk PSA dalam bentuk sinyal elektronik. Dalam tubuh PSA data itu diolah, dianalisa, dan berkat perangkat lunak yang ada, diagnosa pun bisa dilakukan. Lantas, lewat komputer pribadi, hasil diagnosa yang kuantitatif itu disajikan. Kesimpulan PSA itu juga mampu menunjukkan pada bagian mana gangguan atas paru-paru itu terjadi. Dalam waktu dekat ini, PSA akan disebar ke seluruh penjuru Inggris, tempat dua juta penderita asma atau lima persen dari populasi Inggris. Dari segi teknologi, PSA sebetulnya tidak baru lagi. Detektor asma ini sesungguhnya merupakan modifikasi dari alat detektor mesin mobil, yang antara lain untuk mengetahui terjadi gejala mengelitik pada mesin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini