Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Dinas Pendidikan DKI Klarifikasi soal Kebijakan Cleansing Guru Honorer: Bukan Dipecat, tapi Ditata

P2G mencatat ada 107 laporan dari guru honorer yang terkena kebijakan cleansing.

18 Juli 2024 | 06.46 WIB

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu, 26 Juni 2024. TEMPO/ Desty Luthfiani
Perbesar
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu, 26 Juni 2024. TEMPO/ Desty Luthfiani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta , Budi Awaluddin buka suara soal pemutusan kontrak guru honorer dengan sistem cleansing. Ia menyebut kebijakan itu dilakukan karena pengangkatan diklaim tanpa seleksi yang jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Kondisinya adalah guru honorer ini mereka diangkat oleh kepala sekolah dibayar oleh dana BOS (bantuan operasional sekolah) tanpa seleksi yang jelas," kata Budi melalui telepon kepada Tempo pada Rabu, 17 Juli 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budi mengklaim pihaknya sebenarnya sudah menginformasikan jauh-jauh hari kepada kepala sekolah sejak 2017 hingga 2022 untuk tidak mengangkat guru honorer. Namun, selama pelarangan itu, banyak kepala sekolah yang nekat melakukan perekrutan.

Menurut Budi, sebenarnya guru honorer yang direkrut mandiri oleh kepala sekolah tidak banyak, masing-masing sekolah hanya 1 atau 2 saja. "Namun karena sekolahnya banyak kan jadi banyak. Mereka juga memberikan gaji yang tidak manusiawi," ujarnya.

Budi mengklaim apa yang dilakukan Dinas Pendidikan sebenarnya memanusiakan manusia, karena sebagai upaya menertibkan dan agar perekrutan guru honorer lebih jelas termasuk pemberian gaji yang sesuai standar.

Budi pun menjelaskan soal empat kriteria guru honorer yang mendapat gaji dari dana BOS. Kriteria itu, yakni diperuntukkan untuk guru bukan aparatur sipil negara (ASN), guru yang terdata di dalam Data Pokok Pendidikan atau Dapodik, guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan guru yang tidak ada tunjangan guru. Namun, dari 4 kriteria itu, mereka yang kena cleansing tidak memiliki data Dapodik dan NUPTK.

"Sehingga ada temuan dari BPK (Badan Pengawas Keuangan) terkait hal ini," kata Budi.

Dalam temuan BPK yang dimaksud Budi, ada setidaknya 400 guru honorer yang tidak memenuhi empat kriteria tersebut. "Dalam sampling BPK ada 400 kalau dilihat yang tidak memenuhi aturan dana BOS tersebut," ujarnya.

Selama ini, menurut Budi, pengangkatan guru honorer tidak diketahui oleh Dinas Pendidikan dan berdasarkan subjektivitas kepala sekolah saja atau pengangkatan berdasarkan unsur kedekatan. Salah satunya mengangkat teman dekat. "Tidak sesuai kebutuhan. Informasi lowongan pengangkatannya juga tidak dipublis, " ujarnya.

Temuan BPK pada 2023 itu pun menjadi latar belakang dinas melakukan kebijakan cleansing. Namun, Budi mengklarifikasi pemakaian istilah cleansing.

Menurut Budi, guru honorer tersebut tidak dipecat, melainkan Disdik melakukan penataan dan penertiban. Ia mengatakan penertiban sebagai upaya mencegah adanya penyimpangan seperti calo, yakni guru harus membayar sejumlah uang agar bisa mengajar. "Dalam memenuhi kebutuhan guru kan Dinas Pendidikan sudah ada sarananya," ujarnya.

Dinas Pendidikan telah mewadahi guru honorer secara legal, yakni ada KKI (kontrak kerja individu) yang gajinya diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD, kemudian ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN. "Itu perekrutannya jelas dipublis. Sesuai ketentuan dan dilakukan secara transparan," kata Budi. 

Budi juga menyebut perekrutan itu itu didasari oleh kontrak yang tak jelas. Meski sudah ada perjanjian, mereka bisa diberhentikan sewaktu-waktu dan menyetujuinya. Namun lama-lama mereka akan melakukan tuntutan untuk karir yang jelas.

"Perjanjiannya mungkin tidak ada tertulis antara dia dengan kepala sekolah kan seperti itu," kata Budi.

Budi pun menyarankan kepada guru honorer yang terkena cleansing untuk mempersiapkan melakukan pendaftaran PPPK. "Jadi bagaimana nasib mereka? Kami nanti ada seleksi PPPK tahun ini dan kemarin dari Kemendikbud juga menyatakan bahwa kebutuhan kami kan hampir 1.900, mereka bisa mendaftar ke sana," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengatakan sampai saat ini sudah ada 107 laporan yang masuk soal pemecatan guru honorer. Laporan itu berasal dari guru jenjang SD, SMP hingga SMA di DKI Jakarta.

Pemberhentian kontrak itu dilakukan pada 5 Juli 2024 bertepatan dengan mulainya tahun ajaran baru 2024/2025  pada awal Juli. Dari jumlah laporan yang masuk itu, ada 76 persen guru honorer yang mengaku terdaftar di Dapodik dan NUPTK.

"Kami contohkan di DKI Jakarta laporan masuk yang kena cleansing 107 guru. Disdik mengatakan kalau yang kena itu yang tidak punya dapodik dan NUPTK. Ada 76 persen lebih dari setengahnya itu mengaku sudah memiliki," kata Iman.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus