Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

DPR Bakal Kebut Pembahasan Revisi UU PPP, Target Selesai dalam Sepekan

Pakar menilai DPR memaksakan perubahan UU PPP demi melegitimasi UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

8 April 2022 | 03.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menargetkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) selesai sebelum masa persidangan DPR saat ini berakhir, 14 April 2022.

"Kami berharap, kalau memungkinkan bisa selesai sebelum masa sidang ini ditutup, kami upayakan. Kami akan meminta kesediaan teman-teman fraksi nanti untuk segera mungkin kirim panja dan melakukan pembahasan," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agats, Kamis, 7 April 2022.

Rapat pembahasan revisi bahkan dimintakan agar dapat dilakukan segera pada akhir pekan ini. Baleg DPR sudah membentuk panitia kerja (panja) yang akan secara rinci membahas RUU PPP bersama dengan Pemerintah. Panja tersebut akan mulai menggelar rapat kerja mulai besok.

Baleg menyebut target pembahasan revisi UU PPP selesai dalam sepekan cukup rasional karena tidak banyak daftar inventarisir masalah (DIM) yang akan dibahas dalam revisi UU PPP. Pemerintah mengajukan 362 DIM dalam revisi UU PPP. Sebanyak 362 DIM tersebut terdiri atas 210 DIM tetap, 24 DIM perubahan substansi, 17 DIM substansi baru, 64 DIM perubahan redaksional, dan 47 DIM yang diusulkan untuk dihapus.

Mayoritas DIM tidak berubah, sehingga hanya ada 81 DIM yang akan dibahas Baleg DPR bersama Pemerintah. Revisi UU PPP ini merupakan usul inisiatif DPR. Setidaknya ada 15 poin yang akan diubah dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebagian besarnya terkait dengan metode omnibus law.

Sejumlah pakar sebelumnya menilai bahwa DPR memaksakan perubahan UU PPP demi melegitimasi UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. UU diubah hanya untuk memasukkan metode omnibus.

Dosen hukum tata negara Universitas Bung Hatta, Helmi Chandra, menilai bahwa cara yang ditempuh para legislator dengan merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya mencari jalan pintas untuk melegalkan kembali undang-undang yang dikenal dengan nama undang-undang sapu jagat itu.

Hanya, kata dia, masalahnya ada pada putusan Mahkamah Konstitusi yang harus ditaati dulu oleh pembentuk undang-undang, yaitu memperbaiki UU Cipta Kerja. "Jika revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dilakukan sekarang, DPR dan pemerintah hanya mengambil jalan pintas," ucap Helmi.

Helmi menegaskan bahwa tidak masalah memasukkan metode omnibus, tapi harus sesuai dengan logika. Pertama, harus selesaikan dulu putusan Mahkamah Konstitusi, yang artinya membahas ulang UU Cipta Kerja. “Baru revisi memasukkan metode omnibus bisa dilakukan.”

Menurut Helmi, jika pemerintah taat pada putusan Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja seharusnya disisir ulang dan disesuaikan dengan pembentukan undang-undang tanpa omnibus. Jika pasal per pasal dalam undang-undang sapu jagat itu telah disisir ulang, barulah pemerintah bisa merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan kajian yang baik tanpa tersandera putusan Mahkamah Konstitusi. "Kalau tidak, boleh dong kita bilang ada pembangkangan konstitusi putusan MK."

Ahli hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Indra Perwira, menilai, setelah revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selesai dilakukan, potensi permohonan judicial review terhadap UU Cipta Kerja akan kembali diajukan masyarakat sipil. Menurut dia, revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan saat ini mengacak-acak logika hukum karena undang-undang sapu jagat berlaku surut.

Menurut Indra, masyarakat sipil akan tetap mengajukan uji materi jika pemerintah menganggap bahwa putusan MK bisa selesai dengan mengajukan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena metode omnibus sudah dimasukkan. "Masyarakat sipil pasti tetap mengajukan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke MK. Karena secara formalnya (omnibus) sudah ada meski berlaku surut," ucap Indra ihwal sikap DPR.

DEWI NURITA | IMAM HAMDI

Baca Juga: PKS Bilang Proses Pembuatan RUU PPP Ugal-ugalan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus