Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ihwal adanya dugaan cawe-cawe ‘Partai Coklat’ dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 menuai polemik. Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI, Habiburokhman, mengatakan informasi dugaan cawe-cawe ‘Partai Coklat’ di Pilkada 2024 masuk dalam kategori hoaks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait Partai Coklat dan sebagainya itu kami kategorikan sebagai hoaks," kata Habiburokhman, dipantau secara daring dari YouTube Komisi III DPR, Jumat, 29 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, hampir tidak mungkin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggunakan institusinya untuk kepentingan kubu tertentu. Terlebih lagi, ujarnya, kontestasi Pilkada tidak hanya antar dua kubu.
"Karena di Pilkada bisa terjadi mix antar kubu. Di Provinsi A, misalnya, Partai A koalisi Partai B. Di provinsi lain berseberangan," katanya.
Karena itu, dia menilai bahwa informasi cawe-cawe Partai Coklat di Pilkada ini tidak logis. Dia mengimbau kepada pihak yang menyebarkan informasi ini untuk menunjukkan bukti dari pernyataannya tersebut.
MKD bakal panggil anggota dewan
Habiburokhman yang juga mengatakan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan memanggil anggota Dewan yang menuding keterlibatan ‘Partai Coklat’ di Pilkada 2024.
"Ada anggota DPR yang menyampaikan hal (Partai Coklat) tersebut, dan orang itu sudah dilaporkan ke MKD," katanya.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, tujuan pemanggilan anggota DPR itu untuk meminta klarifikasi tentang pernyataannya tersebut. Ia berpendapat, setiap pernyataan anggota DPR semestinya dilengkapi dengan bukti yang jelas, meski mereka mereka memiliki untuk berbicara.
"Jangan hanya narasi-narasi," kata Ketua Komisi III DPR ini. "Di MKD, kami punya mekanisme supaya setiap pernyataan itu tidaklah bernuansa fitnah. Memang tidak bisa dipersoalkan secara hukum, tapi bisa dipermasalahkan di MKD."
Namun, Habiburokhman tak mengungkap Anggota Dewan yang akan dilaporkan ke MKD tersebut. Dua pimpinan MKD, Nazarudin Dek Gam dan Tubagus Hasanuddin, belum menjawab konfirmasi Tempo mengenai pemanggilan anggota Dewan tersebut.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Charles Honoris Charles, yang dikonfirmasi Tempo juga tak mengetahui mengenai identitas legislator yang bakal dilaporkan ke MKD tersebut.
Wakil Ketua Komisi IX DPR ini tidak dapat memastikan jika legislator yang dilaporkan itu berasal dari PDIP atau partai lainnya. Meski begitu, ia mempersilakan MKD untuk mengklarifikasinya.
"Tapi secara umum kami tentu menyayangkan apabila saat ini pendapat, baik itu masyarakat umum maupun anggota DPR, bisa dilakukan proses pemanggilan," kata Charles, Jumat, 29 November 2024.
Meski begitu, Charles mengatakan, setiap anggota dewan mempunyai hak untuk berbicara dan hak imunitas dalam berbicara yang diatur dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
"Jadi, agak berlebihan apabila memang ada anggota DPR yang dipanggil hanya karena menyampaikan pendapatnya," kata Charles.
Berdasarkan penelusuran Tempo, dugaan cawe-cawe atau keterlibatan ‘Partai Coklat’ ini pernah diungkapkan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus.
Deddy menduga adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam pemenangan sejumlah calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024. Ia menyebut kepolisian menjadi perusak demokrasi melabelinya sebagai ‘Partai Coklat’.
“Partai Coklat ini sudah barang tentu adalah oknum-oknum kepolisian. Cuma karena tidak hanya satu, mungkin sebaiknya kami tidak menyebut oknum. Ini sudah sesuatu yang bersifat garis komando,” kata Deddy saat konferensi pers di DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2024.
Deddy menuding Kapolri terlibat menjadi perusak demokrasi dalam Pilkada Serentak 2024. Dia bahkan meminta jenderal bintang empat itu untuk bertanggung jawab terhadap institusi Polri.
“Itulah refleksi kami terhadap institusi kepolisian. Dan ini bukan lahir dari rasa kebencian. Kami ingin menyampaikan kepada seluruh rakyat, ada seseorang di institusi itu yang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di belakangnya,” ujar Deddy.
Meski begitu, Deddy tidak menjabarkan secara rinci temuan kecurangan pilkada yang melibatkan anggota kepolisian. Dia menyatakan tidak perlu membuka informasi di masa sekarang. “Itu nanti akan menjadi bahan pembuktian di sidang,” ujar Deddy.
Sebelumnya, Kapolri menyebut telah memerintahkan bawahannya di daerah untuk menjaga netralitas dalam Pilkada Serentak 2024. Sigit mengakui masalah netralitas korps bhayangkara pasti disorot di tengah pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
“Oleh karena itu seluruh personel harus berhati-hati dengan isu netralitas ini karena menyangkut kredibilitas di lapangan,” kata Sigit kepada Tempo melalui jawaban tertulis, Ahad, 10 November 2024.
Selain menekankan netralitas, Sigit juga meminta aparat kepolisian bersinergi dengan elemen masyarakat lainnya untuk memastikan kelancaran pilkada.
“Aparat keamanan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat memegang peran penting untuk mewujudkan pilkada yang aman, damai, sejuk, dan legitimate,” katanya.
Untuk menjamin netralitas aparat dalam pilkada, kata dia, Polri telah melibatkan unsur-unsur pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan pada internal Polri, kata Sigit, adalah Inspektorat Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan.
Selain pengawasan internal, Sigit menyebutkan juga menggaet pengawasan oleh pihak eksternal. “Pengawasan ini dilakukan oleh berbagai lembaga dan organisasi masyarakat,” katanya.
ALIF ILHAM FAJRIADI | NOVALI PANJI NUGROHO
Pilihan Editor : Tangan Jokowi dan Polisi di Pilkada 2024