Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Gereja katolik bebas katolik bebas atau bebas katolik

Di Indonesia ada gereja katolik bebas. Tak mengakui paus, kematian Yesus, kebangkitan dan penebusannya. pekan lalu di Surabaya, setia pramana, 59 th, ditahbiskan sebagai uskupnya.(ag)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARANGAN bunga masih menghiasi rumah keluarga sederhana Setia Pramana. Ucapan selamat atas pengangkatannya sebagai uskup regional Gereja Katolik Bebas (GKB) masih saja berdatangan. Pramana, 59 tahun, ditahbiskan oleh Philips Von Kruschstierna, ketua uskup (semacam paus) GKB 21 Agustus lalu di Gereja St. Bonifacius, Surabaya. Dan dengan demikian ia menjadi uskup asli Indonesia kedua, yang mengisi kekosongan sejak jabatan itu ditinggalkan pendahulu-Indonesianya, J.H.A. Warouw, 1978. Warouw pindah ke Australia. GKB memang bukan GKR, Gereja Katolik Roma. Uskup dan pendetanya boleh menikah. Itu beda yang pertama. Yang lebih mendasar, dalam soal dasar ajaran, Katolik yang bebas ini mempercayai hukum evolusi. Juga hukum karma dan reinkarnasi. Memang, orang bisa tinggal di surga. Tapi hanya sementara. Seperti dituturkan pausnya kepada TEMPO di Jakarta, masa kediaman di surga itu hanya 1.000 tahun -- lama juga, memang. Setelah itu manusia akan lahir kembali ke dunia, sebagai bayi. Kalau ia hidup baik, nanti ia akan berwujud lagi dalam lingkungan yang lebih sejahtera, punya kedudukan baik, dan seterusnya. Malah hukum seperti itu menyangkut semua ciptaan Tuhan. Binatang, misalnya, setelah beberapa kali mati akan bereinkarnasi menjadi lebih sempurna. Yaitu manusia. Karena itu GKB mengajar umatnya menyayangi para hewan -- dan sedapat mungkin tidak memakan dagingnya. "Jadi, jika dalam proses evolusi dan reinkarnasi ini manusia mencapai kesempurnaan, ia akan kembali ke asalnya, yaitu Allah," kata Uskup Setia Permana, seorang vegetarian sejak 1962. Malah sekte yang tersebar di 36 negara dengan 38 uskup itu juga tidak mengakui neraka. Yang dimaksud neraka adalah kehidupan serba hina dan sengsara di dunia. Memang, "ajaran GKB merupakan perpaduan Katolik Kuno dan Hindu," kata 'paus' nya yang berdarah Swedia itu, seusai memberi sakramen penguatan di Gereja St. Willibrodus, Jakarta. Lebih lagi dalam hal teologi penebusan Yesus. GKB, walau menerima simbol salib, tidak percaya Yesus mati disalib. Juga, seperti halnya kepercayaan oran Islam, "Yesus datang ke dunia bukan untuk menebus dosa manusia," kata Setia Pramana. Melainkan untuk membantu manusia agar bisa hidup lebih sempurna. "Jika dosa kita ditebus, betapa enaknya menjadi manusia," kata uskup yang sehari-harinya kasir PT Riung Nusa Chemicals Surabaya dan berputra tiga orang itu. Katolik yang 'bebas' ini baru lahir tahun 1916, di Utrecht, Negeri Belanda. Sebermula adalah Pastor Arnold Harris Mathew dari Katolik Roma. Memberontak kepada Gerejanya, ia pindah dari Inggris ke Utrecht dan bergabung dengan James Angell Wegwood, anggota perkumpulan teosofi dari Gereja Katolik Kuno, GKK. Tapi Wegwood ini pula yang meminta Mathew -- yang ketika itu sudah menjadi uskup GKK -- agar penafsiran Bibel dilakukan secara bebas. Salah satu kuncinya ialah teologi kebangkitan, yang menyangkut baik kebangkitan Yesus dari kubur maupun kebangkitan seluruh insan kelak. "Orang yang sudah mati tidak mungkin bangkit atau hidup lagi," kata Uskup Setia Pramana di Surabaya. Tapi Mathew menolak -- malah balik lagi ke Katolik Roma. Sedang Wegwood jalan terus dengan Gerejanya yang baru dan kemudian menjadi uskup pertama. Entah karena persambungan dengan GKR itu, seluruh tata ibadat GKB diboyong dari yang Roma itu. Dalam misa suci, misalnya, imam membelakangi umat dan menghadap altar yang berkiblat ke timur, arah matahari yang menjadi sumber terang dan kekuatan. Ini yang dilakukan Katolik Roma sebelum periode 1960-an. Juga pendeta GKB dalam ibadat mengenakan pakaian seperti pada GKR. Bahkan pakaian uskupnya. Sedang tujuh sakramen yang ada dalam Gereja Roma van tidak diterima oleh sebagian sekte Kristen lain -- diterapkan pula. Malah mereka juga memasang patung Maria dan punya ibadat khusus untuk ibu Yesus ini. Tentu, sekte ini tak bisa diterima oleh Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). "Kami tidak mengenal GKB. Dalam Katolik tidak ada sekte." Ini kata Dr. J. Riberu, kepala bagian dokumentasi dan penerangan majelis itu. GKB yang masuk ke Indonesia tahun 1919 itu juga dinyatakan tidak dikenal DGI. "Baru sekarang saya mendengarnya," kata S.A.E. Nababan dari dewan gereja Protestan itu. GKB sendiri, menurut Pramana, pernah mencoba bergabung dengan MAWI atau masuk bimbingan Direktorat Jenderal Bimas Katolik. "Tapi ditolak," kata sang uskup. Mengapa? "Dalam Katolik tidak dikenal adanya penyimpangan," kata V. Soekirman, Direktur Urusan Agama Katolik Departemen Agama. Tapi sekte yang bermarkas di London itu tetap menamakan diri Katolik. "Katolik artinya universal," kata Uskup Kruschstierna. Di segi lain sekte yang tidak mengakui paus ini mungkin tergolong kelompok yang kurang giat mencari umat. "Kami tidak memaksa dan mengiklankan diri," kata Von Kruschstierna, yang salah seorang anaknya memeluk agama Hindu dan tinggal di India. Karenanya, seperti diakui sang 'paus', perkembangan GKB hanya seperti jalan siput. Di seluruh dunia umatnya cuma sekitar 20.000 orang. Di Indonesia? Dua ratus dua puluh lima orang, tersebar di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus