PEMBUNUHAN politik merupakan "tradisi" yang dikenal dalam
sejarah Filipina. Calon walikota, calon anggota dewan, ditembak.
Kampanye dibom. Kumpul-kumpul politik digranat. Pawai pemilihan
umum tawuran, merupakan hiasan berita koran sekitar dan
menjelang pemilihan umum masa lalu. Keadaan itu tentu
menjengkelkan mereka yang peduli terhadap masa depan kehidupan
dan tatanan politik di republik sampaguita ini.
Mendengarkan rekaan tatanan kenegaraan seperti yang diimpikan
generasi politik baru di Filipina, orang bisa terkesima. Ngobrol
atau mendengarkan omongan orang-orang seperti Alyandro Melchor,
Salvador Lopez, atau bahkan Joel Rocamora, Nur Misuari, dan Jose
Maria Sison orang bisa terperanjat akan ketajaman visinya.
Mereka bercita-cita elok dan luhur bagi Filipina. Tetapi
sekaligus juga menyatakan patah arang terhadap sistem demokrasi
coca-cola yang berdarah itu. Mereka mencoba mencari jalan baru.
Demokrasi baru, republik baru Dan berkembanglah pikiran
alternatif ke arah kelahiran kembali Fllipina.
Dalam mewujudkan impiannya, patriot-patriot itu mengelompokkan
diri ke dalam dua kubu utama. Pertama, kubu yang mengupayakan
perubahan dari dalam, dengan turut menjadi pemain dalam kancah
politik dan pemerintahan yang ada. Kedua, kubu yang mengupayakan
perubahan secara nonkooperatif -- dari luar mereka
mengorganisasi kekuatan pendobrak, menuju perubahan yang mereka
cita-citakan.
Kubu yang kooperatif itu mendapat tempat dalam pemerintahan
Marcos. Gery Sicat, Cesar Virata, Ong Pin, dan lain-lain ialah
tukang-tukang yang berhasil dihimpun oleh mandor perubahan
politik dari kubu pertama itu. Walaupun amat sering mereka itu
dikecewakan, karena jalannya pemerintahan dan politik yang
dikendalikan Marcos jauh meleset dari arah yang mereka impikan,
secara umum kubu kooperatif sampai saat kemarin masih nyaman
berdampingan dengan Marcos dan keluarganya.
Alkisah, di luar kedua kubu itu, masih terdapat front oposisi
yang mengandalkan nama besar masa lalu tokoh-tokohnya. Bekas
presiden, bekas senator, bekas anggota kongres, tokoh partai
atau apa saja, pokoknya gedean. Diosdado Macapagal, Salvador
Laurel, Gery Roxas, Eva Kalaw, dan lain-lain merupakan
tokoh-tokoh masa lalu, yang mimpi kembalinya demokrasi di
Filipina seperti dulu-dulu.
Di mana Aquino berdiri? Benigno S. Aquino Jr. unik dalam
menjelajah karier politiknya di Filipina. Sebagai politisi yang
sudah "jadi" sejak tahun 1960-an, ia tak bisa mengelak
berpredikat tokoh masa lalu. Sebagai bekas wartawan Manila Times
yang dulu dianggap simbol dominasi tangan-tangan kepentingan
usaha atas suara media massa, ia punya merk kolaburator dengan
pengaruh bisnis dalam politik. Sebagai simpatisan PRRI dan
Permesta, ia tahu diri sikap apa yang pernah diambil dalam
urusan campur tangan asing pada urusan dalam negeri, sebuah
negara tetangga yang merdeka.
Karena itu semua, ia cukup kesatria untuk tidak mencuci tangan
begitu saja jejak masa lalunya. Apalagi ia pernah ditokohkan
sebagai gadangan Presiden dalam sistem politik Filipina masa
lalu. Pengamatan saya, ia kurang diterima sepenuh hati oleh kubu
pembaharu politik Filipina, baik yang kooperatif maupun yang
nonkooperatif. Aquino Juga digolongkan sebagai phenomena masa
lalu.
Sebaliknya dengan teguh, bertahun-tahun Aquino tidak mau
mengidentifikasikan diri dengan front oposisi pimpinan Laurel
itu. Ia lain, bisiknya. Bahkan ia mengadakan kontak dan
berdialog dan tukar pikiran dengan kubu pembaharu nonkooperatif.
Tindakannya memberi kesan ia kepingin mengidentifikasikan diri
dengan Filipina masa depan. Ia memilih berkeliaran di
kampus-kampus Amerika, daripada mengutip uang pesangon atau
sumbangan dari pelarian politik yang kaya seperti Villegas yang
ada di Kalifornia. Ia tidak tampak mencari dukungan politik dari
dunia bisnis di Amerika Serikat dan tidak juga menjual
janji-janji kepada mereka.
Menilik sejarah kehidupan politik dan cita-citanya, memang tepat
pilihan Aquino untuk memancing kakinya beranjak di dua ujung
sejarah. Ia ingin dikenal sebagai tokoh masa lalu maupun masa
depan Filipina. Rupanya itulah refleksi pandangan diri dan
pilihan arah langkah politik yang akan ia lakukan manakala ia
kembali ke Filipina. Ia menetapkan platorm kerukunan nasional,
rekonsiliasi dan ia kibarkan bendera itu waktu ia menjejakkan
kembali kakinya di Filipina.
Tampaknya ia yakin, resepnya akan ampuh untuk mempertemukan
kekuatan nasional dalam suatu koalisi yang ia nyaman berada di
dalamnya. Visi politiknya lumayan masuk akal. Jejak kerukunannya
bernada mulia. Tekadnya utuh dan bulat. Mungkin di luar
perhitungannya, pengorbanan dirinya akan menjadi tumbal untuk
makin cepatnya proses pembaharuan politik di Filipina. Apakah
oleh kubu kooperatif atau kubu nonkooperatif, bahkan mungkin
kekuatan gabungan dari perjuangan keduanya.
Mabuhay Pilipinas! Adios Aquino!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini