MENTERI Dalam Negeri Soepardjo Roestam seperti terkesima. Dengan
agak heran ia menatap Ketua DPRD Jawa Timur Blegoh Soemarto yang
terisak-isak mengucapkan pidatonya. "Saya percaya Pak Nandar tak
dilepas oleh kami, rakyat Ja-Tim, dengan sia-sia. Karena Pak
Nandar, Bapak Rakyat Ja-Tim, akan memegang tugas yang lebih
besar, tugas nasional untuk rakyat Indonesia," kata Blegoh yang
kemudian tak mampu meneruskan pidatonya. Air matanya menitik.
Banyak mata hadirin yang ikut berkaca-kaca.
Acara pelantikan dan serah terima jabatan Gubernur Ja-Tim di
kantor Gubernur Jalan Pahlawan, Surabaya, Jumat pagi lalu memang
diwarnai rasa haru. Letjen (Purn) Soenandar Prijosoedarmo, 59
tahun, yang menyerahkan jabatan gubernur kepada penggantinya
Letjen (Purn) Wahono, tampaknya meman dilepas dengan berat
oleh rakyat Ja-Tim.
Menteri Soepardjo sendiri mengakui keberhasilan Soenandar.
Soenandar dinilainya berhasil menerjemahkan kemauan dan program
pemerintah yang njlimet menjadi rumusan yang gamblang, hingga
mudah dipahami dan dilasanakan. Kepemimpman Soenandar disebutnya
"kepemimpinan yang arif". Hingga kepindahannya dirasakan sebagai
kehilangan bagi rakyat Ja-Tim. Toh kepergiannya tak terelakkan,
"karena dibutuhkan untuk mengemban tugas nasional yang lebih
besar," kata Soepardjo. Ia menunjuk persiapan Sidang Umum MPR
mendatang yang penyiapan bahannya kini berada di pundak
Soenandar sebagai Wakil Ketua MPR dan Ketua Badan Pekerja MPR.
Banyak yang memang bisa dicatat selama tujuh tahun tujuh bulan
Soenandar menjabat Gubernur Ja-Tim. Pada akhir Pelita II
pendapatan per kapita rakyat Ja-Tim Rp 120 ribu per tahun, kini
di akhir Pelita III tercatat Rp 240 ribu. Sedang kebutuhan fisik
minimum di provinsi ini Rp 98 ribu per tahun buat tiap orang.
"Jadi dapat disimpulkan: secara makro rakyat Ja-Tim sudah di
atas kebutuhan fisik minimum, walau secara mikro masih ada yang
di bawah fisik minimum," tutur Soenandar.
Soenandar juga membanggakan Ja-Tim sebagai gudang pangan: 60%
pengadaan beras nasilonal dari provinsi ini. Produksi beras
Ja-Tim tahun lalu 5,3 juta ton, sedang kebutuhan cuma 3,6 juta
ton. Pengadaan gula juga menggembirakan. Produksi 1,2 juta ton
sedang kebutuhan 300-400 ribu ton. Pengiriman transmigran sampai
tahun keempat Pelita III mencapai 339.505 jiwa, berarti di atas
target. Dalam bidang kependudukan, 70% peserta Keluarga
Berencana adalah KB Lestari, hingga Ja-Tim dikenal sebagai
"tulang punggung keluarga berencana".
Soenandar mengakui, ada sebagian rencananya yang tak bisa
mencapai sasaran. Antara lain program untuk mengangkat naik
nasib sekitar 60 ribu buruh nelayan Ja-Tim hingga bisa mencapai
kebutuhan fisik minimum. Hambatan yang dihadapinya di sini
adalah kredit motorisasi perahu nelayan yang ternyata
tersendat-sendat.
Yang dianggap penyebab keberhasilan utama Soenandar adalah
sikapnya yang terbuka, demokratis dan mau merangkul semua pihak.
"Orientasinya jelas: kerukunan dan pembangunan. Segala macam
persoalan selalu dirembuk bersama. Cara ini sangat mengurangl
timbulnya percekcokan," kata Imron Hamzah, Wakil Ketua DPRD
Ja-Tim. "Ia seorang pemimpin, yang tak pernah memaksa atau
mendorong-dorong untuk mewujudkan kemauannya. Tapi ia selalu
datang dengan program yang ditawarkan, didiskusikan,
dimatangkan, dan kemudian disepakati semua pihak," sambung
Sekwilda Ja-Tim Tri Maryono.
Gubernur baru Ja-Tim, Wahono, bukan orang baru buat Ja-Tim.
Bekas Direktur Jenderal Bea Cukai yang berusia 58 ini kelahiran
Tulungagung, Ja-Tim, dan pernah menjabat Pangdam VIII/Brawijaya
pada 1970-1972. Menurut Wahono, ia tidak akan mengadakan
perombakan total di tubuh Pemda Ja-Tim. "Saya akan meneruskan
kebijaksanaan Pak Nandar," katanya pekan lalu. Prioritas
kerjanya dalam waktu dekat ini: pembangunan disiplin. "Ini agar
hasil yang telah kita capai tidak rusak sendiri," katanya.
Seperti juga Soenandar, Wahono menolak untuk tinggal di Wisma
Grahadi, rumah kediaman resmi gubernur. Keenam anaknya tidak
akan ikut pindah ke Surabaya, "Mereka sudah besar dan sebagian
sudah menikah," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini