Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekerja di luar negeri telah menjadi pilihan bagi banyak warga negara Indonesia untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Selama bertahun-tahun, mereka dikenal dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, istilah tersebut berganti menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Apa Itu Pekerja Migran Indonesia?
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan menerima upah. Definisi ini mencakup mereka yang akan, sedang, atau telah bekerja di negara lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun tidak semua orang yang bekerja di luar negeri masuk dalam kategori PMI. Beberapa kelompok dikecualikan, seperti investor, peserta pelatihan dan pelajar, pencari suaka atau pengungsi, serta warga negara yang menjalankan usaha sendiri atau bekerja untuk negara dengan pendanaan dari APBN.
Sejarah Pekerja Migran Indonesia
Dilansir dari laman resmi BP2MI, pada masa kolonial tepatnya pada 1890, pemerintah Hindia Belanda telah mengirim tenaga kerja dari Jawa ke Suriname untuk menggantikan pekerja budak yang telah dibebaskan. Gelombang pertama pengiriman tenaga kerja ini dilakukan menggunakan kapal SS Koningin Emma yang membawa 94 orang dari Batavia ke Suriname. Sejak saat itu hingga 1939, sebanyak 32.986 pekerja dari Indonesia diberangkatkan ke berbagai wilayah jajahan Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada era kemerdekaan, urusan ketenagakerjaan mulai ditangani oleh Kementerian Perburuhan, yang dibentuk pada 1947. Namun, hingga akhir 1960-an, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri masih bersifat tradisional, dimana migrasi dilakukan secara perorangan atau melalui hubungan kekerabatan, seperti dengan Malaysia dan Arab Saudi.
Seiring dengan meningkatnya permintaan tenaga kerja di luar negeri, pemerintah mulai mengatur penempatan tenaga kerja secara lebih sistematis. Pada 1970, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1970, yang menetapkan program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN). Dari sinilah keterlibatan swasta dalam penempatan tenaga kerja mulai terjadi.
Pada 986, kebijakan pengiriman tenaga kerja semakin berkembang dengan pembentukan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan (Binapenta) yang bertanggung jawab atas penempatan TKI ke luar negeri. Selanjutnya, pada 1994, Pusat AKAN yang sebelumnya menangani pengiriman tenaga kerja digantikan oleh Direktorat Ekspor Jasa TKI. Program ini terus mengalami transformasi hingga lahirnya BP2MI yang kini menjadi lembaga utama dalam penempatan dan perlindungan PMI.
Syarat dan Prosedur Menjadi Pekerja Migran Indonesia
Untuk bekerja di luar negeri, calon PMI dapat memilih jalur pemerintah atau jalur swasta. Jika memilih jalur pemerintah, pendaftaran dilakukan melalui Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Sementara itu, bila melalui jalur swasta, calon pekerja dapat mendaftar melalui agen penyalur yang telah mendapatkan izin resmi.
Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi PMI. Secara umum, berikut dokumen yang harus dilengkapi:
- Kartu tanda pendaftaran pencari kerja (AK-1) dari Dinas Kabupaten/Kota.
- Usia minimal 18 tahun.
- Ijazah pendidikan terakhir.
- Surat keterangan sehat jasmani dan rohani.
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
- Surat izin dari suami/istri, orang tua, atau wali.
- Surat keterangan tidak hamil bagi calon PMI perempuan.
- Dokumen lain sesuai perjanjian tertulis.
Setelah dokumen lengkap, calon PMI harus melalui tahapan berikut:
- Perekrutan oleh perusahaan penempatan tenaga kerja.
- Pemeriksaan psikologi dan kesehatan untuk memastikan kesiapan fisik dan mental.
- Penandatanganan perjanjian penempatan yang mengatur hak dan kewajiban pekerja.
- Pengurusan dokumen perjalanan, seperti paspor, asuransi, dan visa kerja.
- Mengikuti Pemberitahuan Akan Pekerjaan (PAP) sebagai pembekalan sebelum berangkat.
- Penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
- Pemberangkatan ke negara tujuan.
Untuk lolos sebagai PMI, calon pekerja harus mengikuti:
- Seleksi administrasi, yaitu pengecekan kelengkapan dan keabsahan dokumen.
- Seleksi teknis, yang meliputi tes tertulis, wawancara, atau praktik sesuai bidang kerja.
Selain itu, setiap PMI wajib terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, yang memberikan perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.
Hak yang Dimiliki Pekerja Migran Indonesia
Sebagai pekerja yang berkontribusi terhadap perekonomian negara, PMI memiliki hak-hak yang dijamin oleh undang-undang.
Dilansir dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, para PMI berhak mendapatkan akses komunikasi, memegang dokumen perjalanan selama bekerja, menjalankan ibadah sesuai keyakinan, serta memperoleh perlindungan hukum jika menghadapi permasalahan di negara tujuan.
Selain itu, mereka juga berhak memperoleh upah yang layak, mendapatkan akses pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, berserikat di negara tujuan, serta menerima perlakuan tanpa diskriminasi sebelum, selama, dan setelah bekerja. Negara juga akan memastikan keselamatan dan kepulangan PMI ke tanah air.
Pergantian istilah dari TKI ke PMI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 adalah bagian dari upaya untuk menekankan bahwa pekerja migran bukan sekadar tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri, tetapi juga individu yang berhak atas perlindungan dan kesejahteraan.
Melalui undang-undang ini, sistem penempatan pekerja migran diperbaiki, regulasi terkait peran agen penyalur diperketat, serta pengawasan terhadap kondisi kerja PMI di negara tujuan ditingkatkan. Selain itu, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kini memiliki peran lebih besar dalam memastikan bahwa PMI mendapatkan hak dan perlindungan yang layak.
Muhammad Rafi Azhari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Alasan Pemerintah Cabut Moratorium PMI ke Arab Saudi