Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Harapan Pengungsi Tsunami Banten Memasuki Tahun Baru 2019

Tsunami membuat kediaman yang ditempati selama 5 tahun itu rata dengan tanah.

1 Januari 2019 | 06.10 WIB

Perahu nelayan terdapar hingga ke darat akibat diterjang tsunami Selat Sunda di kawasan Sumur, Pandeglang, Banten, 26 Desember 2018. Tsunami juga mengakibatkan sejumlah rumah mengalami rusak berat disebabkan tertabrak kapal serta terendam lumpur.  TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Perahu nelayan terdapar hingga ke darat akibat diterjang tsunami Selat Sunda di kawasan Sumur, Pandeglang, Banten, 26 Desember 2018. Tsunami juga mengakibatkan sejumlah rumah mengalami rusak berat disebabkan tertabrak kapal serta terendam lumpur. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Banten - Perayaan tahun baru identik dengan harapan baru. Begitu pun pengungsi korban tsunami Selat Sunda juga punya harapan baru di tahun baru 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu pengungsi, Suryana, 26 tahun, berharap bisa kembali memiliki rumah. "Pingin punya rumah lagi, kalau enggak punya rumah sedih," kata dia ditemui di Posko Penanggulangan Bencana Alam Kementerian Sosial Republik Indonesia, Kampung Palumpang, Desa Rancaterep, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, Senin malam, 31 Desember 2018.

Sebelum tsunami, Suryana memiliki rumah 5x4 meter di Kampung Karet, Desa Teluk, Labuan, Banten. Rumahnya hanya berjarak 15 meter dari tepi pantai. Suryana adalah nelayan. Jarak rumah yang dekat dengan laut membuat Suryana tak perlu berjalan jauh ke tempat mencari nafkah.

Namun, jarak itu pula yang membuat rumah Suryana tidak selamat saat tsunami Selat Sunda terjadi pada 22 Desember 2018. Tsunami membuat kediaman yang ditempati selama 5 tahun itu rata dengan tanah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat 1.500 rusak berat, 70 rusak sedang dan 181 unit rumah rusak ringan oleh terjangan tsunami. Gelombang yang sama yang membuat rumah Suryana hancur.

Suryana merasa beruntung karena istri dan dua orang anaknya selamat. Saat kejadian, Suryana berada di luar rumah. Matanya melihat gulungan putih ombak besar meluncur ke arah darat. Dengan segera, dia membawa lari keluarganya ke daratan yang lebih tinggi. "Istri saya cuma luka-luka," kata dia.

Tapi, Suryana tetap merasa sedih karena rumahnya hancur. Selama mengungsi, beberapa kali, Suryana sempat menengok rumahnya yang kini tinggal puing. "Pingin cepat kumpul lagi sama keluarga," katanya.

Di tahun baru 2019, Suryana berharap bisa membangun rumahnya kembali. Namun, dia merasa harapan itu sulit. Perahu yang dia pakai untuk mencari ikan juga rusak karena tsunami. "Semoga ada bantuan membangun rumah," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus