Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bertepatan dengan hari ini, 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol atau dikenal juga dengan nama Muhammad Shahab, tertangkap oleh pemerintah kolonial Belanda setelah bertahun-tahun melakukan perlawanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pahlawan Nasional asal Sumatera Barat ini disebut menyerah setelah pasukannya tercerai berai diserbu Belanda di Benteng Bonjol. Meski banyak yang menulis bahwa Tuanku Imam Bonjol menyerahkan diri, tetapi sebenarnya Tuanku Imam ditangkap dengan siasat berunding oleh Residen Francais di Palupuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlawanan terhadap Belanda bermula ketika terjadi perbedaan pandangan antara kaum Padri dan kaum Adat, yang kemudian menyebabkan meletusnya Perang Padri selama tiga Masa. Perang saudara tersebut berlangsung selama puluhan tahun lamanya.
Tak dapat dipungkiri, Perang Padri meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang, yakni 1803 hingga 1821, banyak korban berjatuhan yang merupakan sesama orang Minangkabau dan Batak Mandailing.
Kehadiran Tuanku Imam Bonjol ke daerah Minahasa tidak terlepas dari Perang Padri yang terjadi di Sumatera Barat di rentang 1821 hingga 1837. Perang Padri sendiri terjadi dalam tiga masa.
Pertama, pada rentang 1821 hingga 1825 ditandai dengan meluasnya perlawanan Padri di seluruh Minangkabau. Kedua, pada 1825 hingga 1830, masa di mana pertempuran mulai mereda setelah Belanda campur tangan dan mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kaum Padri. Kaum Adat yang mulai terdesak oleh perlawanan kaum Padri saat itu meminta bantuan kepada Belanda.
Masa ketiga, yakni rentang 1830 hingga 1838, yakni masa di mana perlawanan kaum Padri kembali meningkat. Belanda kemudian melakukan penyerbuan besar-besaran.
Melansir dari laman cagarbudaya.kemdikbud.go.id, salah satu tempat yang diserbu Belanda secara besar-besaran adalah Benteng Bonjol, di mana terdapat Tuanku Imam Bonjol yang merupakan salah satu pemimpin kaum Padri. Menghadapi pasukan yang jumlahnya lebih banyak serta bersenjata lebih lengkap, pasukan Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah pada 25 Oktober 1837.
Melansir dari laman langgam.id, Tuanku Imam Bonjol ditawan Belanda di Palupuh pada 25 Oktober 1837. Tuanku Imam ditangkap dengan siasat berunding oleh Residen Francais di Palupuh, Agam.
Sebelum ditawan, Tuanku Imam dan pasukan Padri sempat bergerilya di hutan setelah benteng Bonjol diduduki Belanda pada 16 Agustus 1837. Ketika Tuanku Imam Bonjol datang ke Palupuh, di tempat tersebut sudah menunggu serdadu Belanda siap untuk menangkap.
Setelah tertangkap, Tuanku Imam Bonjol kemudian dibawa ke Cianjur. Sejak saat itu perlawanan Padri melemah. Salah satu perlawanan kepada Belanda setelah itu adalah pada 1841 dipimpin Regen Palupuh yang juga akhirnya dipadamkan Belanda.
Tuanku Imam Bonjol tak lama diasingkan di Cianjur, ia kemudian dipindahkan ke Ambon pada tahun 1839. Dua tahun di Ambon, Tuanku Imam Bonjol lalu dipindahkan ke Minahasa hingga meninggal pada 6 November 1864 dan dimakamkan di Desa Lota, Pineleng.
Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Tuanku Imam Bonjol Bakal Diangkat di Teater