Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi atau KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan terdapat tiga urutan penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021. Hal tersebut mengakibatkan seluruh awak dan penumpang tewas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seperti yang kita ketahui pada 9 Januari Boeing 737 berangkat dari Jakarta Soekarno-Hatta dengan tujuan bandar udara Supadio Pontianak, tinggal landas pada pukul 14.36. Setelah terbang selama 13 menit pesawat mengalami kecelakaan dan berakhir penerbangan di perairan Kepulauan Seribu sekitar 11 mil dari bandar udara Soekarno-Hatta," kata Nurcahyo Utomo dalam Rapat dengar pendapat di Gedung DPR Jakarta, Kamis, 3 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurcahyo menjelaskan hasil investigasi KNKT dalam peristiwa kecelakaan SJ-182 Boeing 737 itu. Ia mengatakan penyebab pertama kecelakaan itu adanya kerusakan pada sistem komponen pesawat yang mengakibatkan pengoperasian tidak responsif saat melakukan perubahan fungsi.
"Jadi, telah disampaikan bahwa beberapa penerbangan sebelumnya kerusakan sistem auto-throttle ini sudah dilaporkan dan beberapa komponen sudah diganti. Nah komponen yang turun dari pesawat inilah yang kami periksa. Perbaikan yang dilakukan pada saat itu belum sampai pada bagian mekanikal, karena masih pada proses pergantian komponen," kata Nurcahyo.
Lebih lanjut, Nurcahyo mengungkapkan penerbangan Sriwijaya SJ 182 menuju Pontianak itu terdapat fungsi auto-throttle yang menyebabkan pergerakan mesin tidak seimbang. Sehingga, kata dia, mengakibatkan kemiringan badan pesawat hingga 35 derajat lebih.
"Perubahan ini nampaknya membutuhkan tenaga mesin yang lebih sedikit, normalnya auto-throttle akan menggerakkan kedua trust laver untuk mundur dan mengurangi tenaga mesin. Namun demikian dalam penerbangan ini ternyata auto-throttle tidak dapat menggerakkan trust laver yang kanan, trust laver kiri tetap bergerak sementara itu trust laver kanan tidak bergerak," ujar Nurcahyo
Nurcahyo menjelaskan pesawat boeing 737 memiliki sistem Cruise Trush Split Monitor atau CTSM. Ia mengatakan bahwa adanya fungsi CTSM digunakan untuk menonaktifkam auto-throttle jika terjadi asimetri atau kemiringan pesawat. Sehingga, kata dia, untuk mencegah adanya perbedaan tenaga mesin kiri dan kanan agar tidak semakin besar.
"Setelah terjadi asimetri seharusnya CTSM bisa menonaktifkan auto-throttle namun demikian terjadi keterlambatan saat menonaktifan auto-throttle sehingga asimetri menjadi berlebih dan pesawat menjadi berbelok kekiri. Keterlambatan CTSM ini kami yakini karena informasi sudut dari flight spoiler lebih rendah dari yang sesungguhnya sehingga aktivasinya terhambat," kata dia.
Meskipun demikian, Nurcahyo mengatakan adanya penyebab ketiga dalam kecelakaan pesawat Sriwijaya boeing 737. Ia mengatakan adanya bentuk rasa percaya pilot terhadap sistem auto-throttle mengakibatkan kelengahan dalam memantau keadaan dan kondisi penerbangan.
"Adanya rasa percaya terhadap sistem otomatisasi atau informasi yang mendukung opini telah berakibat dikuranginya monitor pada instrumen. Sehingga tidak disadari terjadi asimetri dan terjadi penyeimbangan penerbangan," kata Nurcahyo.
Sementara itu, Nurcahyo meminta agar hasil investigasi terkait kecelakaan pesawat Sriwijaya-182 tidak dijadikan sebagai penyebab utama. Ia mengatakan hasil tersebut merupakan rentetan penyebab terjadinya sebuah kecelakaan pesawat di perairan Kepulauan Seribu.
"Kesimpulan ini bukan untuk mengurutkan mana yang menjadi penyebab pertama, mana yang kedua. Tetapi kami mengurutkan berdasarkan mana yang lebih terjadi lebih dulu," tutur Nurcahyo.
MUH RAIHAN MUZAKKI