Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OMBUDSMAN Republik Indonesia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengangkat 75 pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan sebagai aparatur sipil negara. Keputusan itu diambil setelah Ombudsman menemukan sejumlah tindakan malaadministrasi tes wawasan kebangsaan. “Harapan kami, KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengambil tindakan korektif yang kami sarankan,” kata Ketua Ombudsman Mokhammad Najih, Rabu, 21 Januari lalu.
Baca: Terpentalnya Penentang Firli Bahuri dan Pegawai KPK Berprestasi
Menurut dia, KPK dan BKN memiliki waktu 30 hari untuk merespons temuan Ombudsman dan melaksanakan tindakan korektif. Jika tak ada koreksi, Ombudsman akan mengirim rekomendasi ke dua lembaga tersebut untuk melaksanakan keputusan dalam waktu 60 hari. Najib menyatakan 75 pegawai itu harus diangkat sebagai aparatur sipil negara sebelum 30 Oktober 2021.
Ombudsman menyelidiki dugaan pelanggaran administrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam tes wawasan kebangsaan setelah menerima aduan dari pegawai KPK. Banyak kalangan menganggap tes tersebut sebagai upaya pimpinan KPK menyingkirkan pegawai yang berintegritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan salah satu temuan lembaganya adalah pimpinan KPK tak menyebarluaskan Rancangan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN. KPK dan BKN juga melakukan penyimpangan prosedur karena membuat kontrak swakelola tes wawasan kebangsaan bertanggal mundur. BKN pun dianggap tak kompeten melaksanakan tes tersebut karena tak memiliki komponen alat ukur, instrumen, dan asesor yang memadai.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan akan mempelajari keputusan Ombudsman. “Sampai hari ini, KPK tidak pernah memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat menjadi ASN,” ucap Ali. “Kalau valid dan obyektif, tentu kami terapkan,” ujar Bima.
Baca: Berbagai Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Laporkan Greenpeace
KOMISI Pemberantasan Korupsi melaporkan aksi penyinaran dengan laser yang dilakukan Greenpeace ke Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan, Senin, 19 Juli lalu. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan aksi itu berpotensi mengganggu keamanan dan kenyamanan operasi KPK. "Petugas keamanan KPK dan pengamanan obyek vital Polres Jakarta Selatan telah melarang. Namun pihak-pihak itu tetap melakukannya dengan berpindah-pindah lokasi," kata Ali.
Penyinaran terjadi pada Senin, 28 Juni lalu. Aktivis Greenpeace menembakkan laser bertulisan "berani jujur pecat". Aksi tersebut merupakan kritik terhadap tes wawasan kebangsaan.
Direktur Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan aksi protes ke gedung KPK merupakan ekspresi kebebasan masyarakat sipil. "Aksi itu tidak mengandung kekerasan dan tidak merusak apa pun," tutur Leonard.
Rektor Mundur dari BRI
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro. feb.ui.ac.id
REKTOR Universitas Indonesia Ari Kuncoro mundur sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia. Pengunduran diri Ari disampaikan BRI kepada Bursa Efek Indonesia pada Kamis, 22 Juli lalu. "Pengunduran diri Ari Kuncoro dari jabatannya sebagai wakil komisaris utama," kata Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto.
Ari mundur setelah muncul kritik terhadap dia dan Presiden Joko Widodo. Pada Jumat, 2 Juli lalu, Presiden merevisi Statuta UI yang memungkinkan rektor merangkap jabatan komisaris badan usaha milik negara. Pengamat hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan mundurnya Ari tak menghapus fakta bahwa dia telah melanggar statuta.
Sejumlah alumnus UI menyatakan perubahan statuta itu adalah aib bagi kampus mereka karena dilakukan khusus untuk seorang rektor. Mereka meminta Ari mundur sebagai rektor.
Jejaring Politik Produsen Ivermectin
PT Harsen di Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta, 03 Juli 2021. TEMPO/Nurdiansah.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mengungkap jejaring bisnis dan politik PT Harsen Laboratories, perusahaan yang memproduksi ivermectin. "Ada perusahaan mencoba mencari untung dan menjalin relasi dengan berbagai pihak, yaitu politikus dan pejabat publik," ujar peneliti ICW, Egi Primayogha, Kamis, 22 Juli lalu.
Baca: Lobi-lobi dan Persaingan Bisni Mengegolkan Ivermectin sebagai Obat Covid
Penelusuran ICW menunjukkan Wakil Presiden Harsen, Sofia Koswara, tercatat sebagai direktur dan pemilik saham PT Noorpay Perkasa, yang saham terbesarnya dimiliki oleh putri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Noorpay juga bekerja sama dengan Himpunan Kerukunan Tani yang dipimpin Moeldoko dalam ekspor beras. Adapun Riyo Kristian Utomo, yang mengaku sebagai Direktur Pemasaran Harsen, adalah putra anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ribka Tjiptaning.
Moeldoko dan Ribka membantah tudingan tersebut. "Itu tuduhan berbahaya dan ngawur," kata Moeldoko. "Saya tidak kenal PT Harsen," ucap Ribka.
MA Potong Hukuman Adik Atut
Terdakwa, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, yang disiarkan secara daring dari gedung KPK Jakarta, 16 Juli 2020. TEMPO/Imam Sukamto
MAHKAMAH Agung memangkas hukuman adik bekas Gubernur Banten, Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dari 7 menjadi 5 tahun penjara. "Serta pidana denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 58 miliar subsider 3 tahun penjara," ujar juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, pada Senin, 19 Juli lalu.
KPK mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyatakan Wawan tak terbukti melakukan pencucian uang. Wawan bersama kakaknya terbukti terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten pada 2012 dengan total kerugian negara Rp 94,317 miliar.
MA juga membebaskan mantan Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji, yang divonis 7 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan barang untuk bahan bakar minyak high speed diesel. Andi Samsan mengatakan perkara itu bukan pidana, melainkan perdata.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo