Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada investor Ibu Kota Nusantara (IKN) selama 190 tahun menuai polemik. Regulasi ini tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beleid tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Kamis lalu, 11 Juli 2024. Isinya tentang insentif dan kemudahan fasilitas perizinan berusaha bagi para investor IKN. Perpres ini berfungsi untuk menjalankan perintah Undang-Undang atau UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus,” demikian bunyi pasal tersebut.
UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN yang berisi aturan HGU untuk investor IKN selama 190 tahun itu merupakan revisi dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Kebijakan HGU tersebut sudah disorot sejak Rancangan Undang-undang atau RUU ini disetujui pada September tahun lalu.
RUU tersebut kala itu mendapat sejumlah kritik. Pasal 16A menyebutkan bahwa jangka waktu pemberian berbagai jenis hak atas tanah tersebut sangat panjang. HGU, misalnya, dapat diberikan dalam dua siklus, masing-masing dengan jangka waktu paling lama 95 tahun alias 190 tahun.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika, mengatakan RUU IKN itu dinilai mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup di lokasi proyek. DPR dinilai gagal melahirkan jaminan perlindungan hak masyarakat, terutama masyarakat adat setempat.
“Pembahasan sebulan terakhir di DPR gagal melahirkan jaminan perlindungan terhadap hak masyarakat, terutama masyarakat adat, yang akan terkena dampak proyek IKN,” kata Dewi pada Selasa, 19 September 2023.
Menurut Dewi, pengaturan dua siklus pemberian hak atas tanah di IKN dalam Pasal 16A bermasalah lantaran tak dikenal dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Jangka waktu hak atas tanah ini bahkan lebih panjang dibanding Agrarische Wet 1870, produk kolonial yang hanya memberi konsesi selama 75 tahun.
“Sedangkan regulasi HGU di IKN sekarang akan diberikan 190 tahun dalam dua siklus. Ini lebih kolonial dari aturan kolonial,” ujar Dewi.
Pihaknya menilai rancangan ketentuan baru ini sarat kepentingan investor agar mau menanamkan modal di IKN. “Agar investor tertarik, sehingga pemerintah memberikan jaminan hukum hak atas tanahnya sangat panjang,” kata Dewi. “Pemerintah seperti sudah memberikan cek kosong kepada investor agar mau menanamkan modalnya di IKN.”
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, juga punya pandangan yang sama. Menurut dia, RUU IKN berisi aturan HGU untuk investor IKN selama 190 tahun hanya untuk memberikan cantolan hukum yang lebih kuat bagi pemerintah dalam upaya menarik investasi.
Herdiansyah menjelaskan, niat pemerintah memberikan HGU selama nyaris dua abad dalam dua siklus sebetulnya sudah diupayakan lewat penerbitan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di IKN. Namun PP ini tak ampuh.
“Selain hierarkinya sebagai peraturan perundang-undangan lebih rendah, peraturan pemerintah tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Maka dicarikanlah alasan melalui perubahan atau revisi UU IKN agar posisi hukumnya lebih kuat,” kata pria yang karib dipanggil Castro ini.
Herdiansyah menilai cantolan hukum baru melalui revisi UU IKN itu tetap bermasalah. Secara prinsip hukum, kata dia, dua siklus pemberian HGU yang bisa mencapai 190 tahun itu tidak dilandasi rasio logis yang memadai. Karena bagaimana pun, kata dia, aturan pertanahan tetap harus tunduk kepada UU Pokok Agraria sebagai umbrella act atau aturan payungnya.
“Politik hukum dalam revisi UU IKN ini bukan untuk kepentingan rakyat banyak, melainkan mengobral lahan di calon ibu kota baru demi menarik minat investor. Ini jelas cara berpikir yang salah karena negara kita ini bukan republik investor,” kata dia
Kendati kontroversial, Revisi RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau Revisi UU IKN akhirnya disahkan oleh DPR pada Selasa, 3 Oktober 2023. PKS menjadi fraksi yang menolak revisi UU IKN tersebut. Pernyataan menolak tersebut tertuang dalam pandangan mini fraksi PKS yang diterima Tempo, Senin, 2 Oktober 2023.
Politikus PKS Mardani Ali Sera mempersilakan Tempo mengutipnya. Dalam catatan itu, PKS juga menyoroti ketentuan pasal 16A. Beleid ini memberikan jaminan dua siklus perpanjangan Hak Atas Tanah kepada pihak swasta. Masing-masing 95 tahun. PKS menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 menyatakan prinsip perpanjangan hak atas tanah semacam itu bertentangan dengan konstitusi.
Terbaru, menanggapi Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN, Mardani Ali Sera yang juga Anggota Komisi II DPR RI kembali mengkritik kebijakan tersebut. Pihaknya mengatakan, langkah itu menunjukkan pemerintah mengabaikan kepentingan masyarakat. Sebab, penguasaan lahan diberikan begitu lama pada investor.
“HGU diobral sampai 190 tahun, ini namanya IKN for sale. Hongkong saja untuk pemberian HGU cuma 99 tahun. Itu pun belum banyak yang masuk,” ujar Mardani Ali Sera dalam keterangannya pada Sabtu, 13 Juli 2024.
DANIEL A. FAJRI | KORAN TEMPO