Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Imam Prasodjo merupakan sosok sosiolog yang selalu resah akan masalah pendidikan di Indonesia. Tak sekadar resah, pria bernama lengkap Imam Budidarmawan Prasodjo ini berupaya memikirkan solusi bersama untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pada 1999, Imam mendirikan Yayasan Nurani Dunia, sebuah lembaga sosial dan pendidikan yang bertujuan membantu kalangan kurang mampu. Salah satu program naungan yayasan yang kini tengah dibangun adalah Kampung Ilmu di Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat.
Imam turut melibatkan warga di Desa Cisarua, Tegalwaru membangun gedung-gedung sekolah dan beragam infrastruktur desa. "Masalah pendidikan ini harus kita tanggung renteng bersama-sama," kata Imam saat menjadi pembicara dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 3 yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerja sama dengan Paragon Technology and Innovation, Rabu, 27 Oktober 2021.
Konsep pendidikan di Kampung Ilmu ini memadukan pendidikan formal dan informal, dengan fokus pada pendidikan berbasis akhlak dan karakter. Pembangunan sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) Tegalwaru misalnya, dirancang dan terintegrasi dengan pusat-pusat pembelajaran komunitas informal di sekitar. Dengan harapan, akan tumbuh wirausahawan desa yang mampu melakukan inovasi di berbagai bidang.
Pembangunan Kampung Ilmu ini juga dibantu dengan program CSR corporate BlueScope. Sejumlah fasilitas yang tengah dibangun di antaranya, empat kelas belajar mengajar, satu ruangan guru, ruang laboratorium, ruang workshop, lapangan olahraga, dua asrama guru, aula serbaguna, perpusatakaan, masjid, saluran air, dan lainnya.
"Nanti kami juga akan bangun podcast dan zoom room di sana, sehingga semua orang bisa datang dan terjadilah sebuah dynamic interplay," ujar Imam.
Memakai filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa semua orang murid, semua orang guru, dan semua tempat sekolah, Dosen FISIP Universitas Indonesia ini ingin membangun sistem pendidikan yang membebaskan di Kampung Ilmu. Siswa bisa belajar dari mana saja, dari siapa saja.
"Bayangan saya, kita membangun model komunitas responsif yang mendobrak semua model-model sistem pendidikan yang usang dan membebaskan diri dari belenggu proses pembelajaran yang baku sekarang. Kita mesti mengintegrasikan sekolah formal dan non-formal," ujarnya.
Imam menyebut, transformasi digital kini telah meniscayakan perubahan di segala sektor, termasuk pendidikan. Pandemi Covid-19, semakin mempercepat perubahan tersebut dan seluruh dunia harus mampu beradaptasi. "Namun apa yang terjadi di Indonesia? Pendidikan kita masih mengalami stagnasi. Kita masih terjebak dalam sekat-sekat, sehingga kaku dan tidak bergerak dinamis mengikuti perubahan zaman," ujarnya.
Menantu dari pakar politik Miriam Budiardjo itu.
ini menilai, di samping membangun penguatan karakter, perlu ada terobosan model pendidikan yang inklusif, partisipatif, dan responsif menyikapi perubahan zaman.
"Perlu pendidikan partisipatif agar kita tidak melulu tersekat oleh tembok sekolah. Perlu pendidikan yang responsif, membuka diri terhadap intervensi siapa saja demi kebaikan," ujar dia.
Di Kampung Ilmu misalnya, anak-anak bisa belajar dimana saja, pengajar itu tidak selalu mesti guru. "Ada anak ITB yang mengajar multimedia misalnya. Kami juga undang pengajar dari Amerika lewat daring," ujar pria kelahiran Purwokerto, 15 Februari 1960.
Ketua Pengurus Yayasan Nurani Dunia itu berharap dynamic hybrid education network yang didukung oleh orang-orang kreatif bisa terbentuk. "Kita harus out of the box, menghimpun orang-orang abnormal. Kita harus mendorong perubahan di dalam dunia pendidikan," tuturnya.
Saat ini, pemerintah getol menggelorakan program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Namun, menurut Imam, program tersebut masih jauh dari jalan memerdekakan itu sendiri. "Di Kampung Ilmu misalnya, ada mahasiswa elektro mau belajar berkebun misalnya, tapi dari kampusnya bilang harus linier. Saya bilang, ini ada penindasan lagi aturan kurikulum, dipaksa harus sesuai jurusan, wong kepengin bebas tapi kampusnya enggak bebas," ujar dia.
Imam berharap program-program pemerintah tak sebatas jargon saja. "Saya sih mimpinya nanti model-model Kampung ilmu yang memungkinkan semua orang untuk berkontribusi, baik melalui darat maupun udara bisa diterapkan di dunia pendidikan kita," ujarnya.
Pemerintah diharapkan membuat program yang substansial dan menjawab problematika pendidikan di Indonesia. "Jangan cuma tebar-tebar pulsa yang enggak jelas peruntukannya. Saya kira anggaran triliunan itu mubazir. Daripada bagi-bagi pulsa, mending membangun Wi-Fi zone yang memungkinkan siapa saja bisa belajar di sana," ujar Imam Prasodjo.
Baca juga: Kampus Merdeka: Ideal Secara Konsep, Beban Bagi Program Studi
DEWI NURITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini