Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Indonesia Hanya Memiliki 3 Jenderal Besar, Termasuk Jenderal Soedirman

Pangkat khusus jenderal besar, tak semua prajurit TNI bisa mendapatkannya. Indonesia punya 3 jenderal besar, selain Jenderal Soedirman, siapa lagi?

5 Oktober 2023 | 09.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jenderal Soedirman. Sejarah-negara.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Pangkat Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), Laksamana Besar TNI, dan Marsekal Besar TNI adalah pangkat tertinggi dalam angkatan bersenjata Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pangkat-pangkat ini hanya diberikan kepada perwira tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya serta TNI pada khususnya, sesuai dengan Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997. Pemberian pangkat ini dilakukan oleh Presiden atas usul Panglima TNI. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak tahun 1997, baru ada tiga orang yang menyandang pangkat jenderal bintang lima, yaitu Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Besar Soeharto.

Jendral Soedirman. antaranews.com

Jenderal Besar Soedirman

Jenderal Soedirman merupakan salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia memiliki segudang prestasi dan pengalaman yang panjang di tubuh TNI. 

Pada 27 Juni 1947 di Yogyakarta, Jenderal Soedirman dinobatkan sebagai Panglima TNI pertama oleh Presiden Soekarno. Sebelum dipercaya sebagai Panglima Besar TNI pertama, Jenderal Soedirman merupakan Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Keputusan ini ditetapkan berdasarkan hasil konferensi TKR di Yogyakarta pada 12 November 1945.

Melansir Majalah Tempo Edisi 12 November 2021, alasan terpilihnya Soedirman sebagai Panglima Besar bukan semata karena lulusan Akademi Militer (Akmil), melainkan lebih kepada pengalaman yang dimilikinya. 

Ia pernah memimpin Resimen I/Divisi I TKR, dan berhasil menggagalkan upaya Jepang serta mengambil alih gudang senjatanya. Selain itu, saat menjabat sebagai Panglima Besar, ia semakin dihormati karena kemampuannya memperkuat angkatan perang Indonesia. Salah satu prestasi terkenalnya adalah dalam Operasi Trikora dan Operasi Dwikora.

Jenderal AH Nasution. Wikipedia

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, atau lebih dikenal sebagai AH Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada 3 Desember 1918, dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis.

Karier militernya dimulai ketika ia mendaftar sebagai prajurit di sekolah perwira cadangan yang dibentuk oleh Belanda pada tahun 1940. Selanjutnya, ia ikut dalam perjuangan melawan Jepang di Surabaya pada tahun 1942. Hal ini menjadi awal bagi para bekas tentara PETA, termasuk AH Nasution, dalam mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian menjadi cikal bakal TNI.

Kariernya terus menanjak, salah satunya sebagai Panglima Divisi III/Priangan, lalu ia dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948.

Selain itu, AH Nasution juga dikenal sebagai penggagas taktik perang gerilya atau guerrilla warfare, yang diartikan sebagai perang rakyat. Namun, peristiwa naas dalam peristiwa G30S menjadi kenangan yang dikenal oleh publik hingga saat ini.

Presiden Sukarno dan Soeharto

Jenderal Besar Soeharto

Soeharto, yang dikenal sebagai Presiden Republik Indonesia kedua, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Ia lahir pada 8 Juni 1921, di desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta.

Karier militernya dimulai ketika ia bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 5 Oktober 1945. Saat itu, Indonesia masih dalam perjuangan melawan upaya Belanda untuk menjajah kembali.

Pada 1 Maret 1949, Soeharto semakin dikenal karena peran pentingnya dalam serangan untuk merebut kembali kota Yogyakarta. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran penting masyarakat Indonesia dalam melawan Belanda.

Soeharto kemudian mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal setelah berhasil dalam misi merebut kembali Irian Barat. Ia juga memimpin Komando Mandala dalam misi tersebut, di mana ia berkenalan dengan tokoh-tokoh strategis seperti Mayor Ali Moertopo, Kapten L.B Moerdani, dan Kolonel Laut Sudomo.

Pada tahun 1965, Indonesia mengalami perpecahan dalam Angkatan Darat, yang disebabkan oleh konflik internal terkait dengan paham Nasakom yang digagas oleh Presiden Soekarno. Peristiwa G30S pada 1 Oktober 1965 memperburuk situasi, dengan penculikan dan pembunuhan enam Jenderal.

Ketika Presiden Sukarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), Soeharto mendapatkan kewenangan untuk mengambil tindakan guna memulihkan keamanan dan ketertiban. Sejak itu, ia menduduki jabatan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Pada 27 Maret 1968, Soeharto dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden Republik Indonesia, menandai awal dari masa pemerintahan Orde Baru yang berlangsung selama 32 tahun.

M RAFI AZHARI  | FATHUR RACHMAN | NAOMY A. NUGRAHENI 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus