Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki akhir Desember 2023, berarti semakin dekat dengan tahun baru yang jatuh pada 1 Januari nanti. Penetapan 1 Januari sebagai awal tahun ini memang terjadi melalui kesepakatan tidak tertulis masyarakat di dunia. Meski begitu, penetapan ini bukan terjadi tanpa alasan, karena berkaitan dengan sejarah panjang di baliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu hal yang pasti, momen ini selalu diperingati dengan meriah dengan berbagai perayaan di seluruh dunia. Mulai pesta kembang api, pertunjukan hiburan, berkumpul bersama teman dan kerabat, hingga membuat resolusi tahun baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, dari banyaknya tanggal yang ada di kalender, mengapa 1 Januari dipilih sebagai awal tahun baru? Simak rangkuman informasi mengenai alasan kenapa tahun baru jatuh pada 1 Januari berikut ini.
Alasan Tahun Baru Jatuh pada 1 Januari
Melansir dari laman Britannica, pada awalnya umat manusia menggunakan kalender Romawi yang memiliki 10 bulan dan 304 hari dalam satu tahun. Kalender ini pertama kali diciptakan oleh Romulus pada abad ke-8 SM (sebelum masehi).
Kemudian, pada era Raja Numa Pompilius (715-673 SM atau disebut juga sebagai Tahun Liturgi Gereja), kalender tersebut mengalami beberapa perubahan. Di antaranya adalah menambahkan bulan Januarius (Januari) dan Februarius (Februari) ke dalam kalender, sehingga ada 12 bulan dalam satu tahun.
Dalam perubahan itu, Numa juga menetapkan Januari sebagai bulan pertama dalam kalender untuk menggantikan Maret. Sebelumnya, 25 Maret dan 25 Desember memang digunakan sebagai Hari Tahun Baru karena mengikuti hari besar dalam agama Kristen, yakni Pesta Kabar Sukacita dan Natal.
Adapun salah satu alasan dipilihnya Januari sebagai awal tahun oleh Numa adalah karena Januari berasal dari nama Dewa Janus, yakni dewa permulaan Romawi. Meski begitu, hal ini belum dijadikan sebagai Hari Tahun Baru secara resmi hingga 153 SM. Barulah pada 46 SM, Julius Caesar memperkenalkan kalender Julian dengan sejumlah perubahan dan menetapkan 1 Januari sebagai pembuka tahun.
Dalam perkembangan Kekaisaran Romawi, penggunaan kalender Julian pun ikut menyebar ke berbagai pelosok dunia. Namun, setelah jatuhnya Roma pada abad ke-5 Masehi, banyak negara Kristen yang mengubah kembali kalendernya. Mereka pun memilih 25 Maret dan 25 Desember sebagai hari tahun baru.
Di sisi lain, Kalender Julian sendiri masih terus mengalami revisi termasuk tentang mengatasi permasalahan salah hitung pada tahun kabisat. Pasalnya, hal itu berdampak terhadap perkiraan musim dan masa tanam pertanian serta penentuan tanggal Paskah.
Pada 1582, Paus Gregorius XIII akhirnya memperkenalkan hasil perubahan kalender Julian. Kalender tersebut kemudian dikenal sebagai kalender Gregorian. Selain menyelesaikan permasalahan perhitungan tahun kabisat, kalender Gregorian juga menetapkan 1 Januari sebagai pembukaan tahun.
Dalam perjalanannya, pengadopsian sistem penanggalan Gregorian ini mendapat penentangan dari negara Protestan dan Ortodoks, Inggris Raya, maupun Amerika Serikat. Hanya negara-negara seperti Perancis, Spanyol, dan Italia yang mau mengadopsi sistem kalender tersebut.
Inggris sendiri baru menjalankan sistem penanggalan Gregorian pada 1750 dan Amerika Serikat di tahun 1752. Sebelumnya, dua negara tersebut merayakan hari tahun baru pada setiap 25 Maret.
Seiring berjalannya waktu, negara-negara non-Kristen akhirnya mulai menggunakan kalender Gregorian. Tiongkok adalah salah satu contohnya.
Meskipun tetap merayakan Tahun Baru Imlek menurut kalender lunar, mereka juga mengikuti kalender Gregorian yang digunakan secara lebih umum. Selain itu, banyak juga negara yang mengikuti kalender Gregorian, namun tetap memiliki kalender tradisional atau keagamaan tersendiri.
RADEN PUTRI