Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Episode Lanjutan Perdebatan Tahapan Pemilu

Durasi masa kampanye Pemilu 2024 tetap akan diperdebatkan meski sudah disepakati lebih dulu. Tampilan model surat suara ikut memicu perbedaan pendapat.

7 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Fraksi-fraksi di Komisi II DPR berbeda pendapat mengenai dua tampilan surat suara Pemilu 2024 usulan KPU.

  • Fraksi PAN akan menyoal durasi masa kampanye pemilu meski sudah dipatok selama 75 hari.

  • Tampilan surat suara menyesuaikan lima jenis pemilihan yang digelar serentak pada Pemilu 2024.

JAKARTA – Meski sudah ada kesepakatan awal, durasi masa kampanye Pemilu 2024 tetap akan diperdebatkan dalam rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini. Sebagian anggota Komisi Pemerintahan DPR akan tetap menyoal kesepakatan antara KPU, pimpinan Komisi II, dan pimpinan DPR mengenai durasi masa kampanye pemilu selama 75 hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota Komisi Pemerintahan dari Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengatakan fraksinya tetap menginginkan masa kampanye yang lebih panjang. Sebab, proses pengadaan logistik pemilu akan terburu-buru jika masa kampanye dipersingkat. Ia pun berharap urusan durasi masa kampanye ini tetap diselesaikan oleh KPU.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami rasa semakin panjang masa kampanye, semakin baik, seperti keinginan KPU mengamankan logistik,” kata Guspardi di sela rapat Komisi Pemerintahan DPR, kemarin.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menghendaki masa kampanye pemilu tetap ditentukan oleh KPU, bukan partai politik. “Karena logistik mereka yang urus. Jangan kita campuri,” kata anggota Komisi II dari PKB, Yanuar Prihatin.

Meski menghendaki urusan masa kampanye dikembalikan ke KPU, Yanuar ragu bisa mempertahankan pendapat tersebut dalam rapat konsultasi pada hari ini. Sebab, sebagian besar fraksi sudah menyetujui durasi masa kampanye selama 75 hari. “Mau gimana lagi,” kata dia.

Peserta mengikuti simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, 22 Maret 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat

Ketua Komisi Pemerintahan dari Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan kesepakatan masa kampanye selama 75 hari itu diputuskan dalam rapat konsinyering, Sabtu pekan lalu. Ia pun menepis durasi masa kampanye itu tiba-tiba diputuskan dalam rapat konsultasi antara KPU, pimpinan DPR, dan pimpinan Komisi Pemerintahan, kemarin.

“Setiap keputusan yang diambil tidak ada lobi-lobi. Kami menghitung segala sesuatunya secara detail, pakai simulasi,” kata Doli, saat konferensi pers, kemarin.

Ia beralasan, durasi masa kampanye selama 75 hari sudah ideal untuk meminimalkan polarisasi di masyarakat akibat perbedaan dukungan calon presiden dalam pemilu. Doli mencontohkan masa kampanye Pemilu 2019 yang hampir tujuh bulan justru memicu polarisasi di masyarakat.

“Sehingga ada kesepakatan bahwa masa kampanye harus dipersingkat,” kata dia.

Ia mengakui bahwa masa kampanye yang singkat bisa menghambat proses pengadaan logistik pemilu. Namun, kata Doli, KPU sudah membuat simulasi pengadaan logistik dengan rujukan masa kampanye selama 75 hari. Misalnya, proses pencetakan surat suara bisa dipercepat dengan sistem zonasi. “Mudah-mudahan besok (hari ini) semua selesai.”

Awalnya, pembahasan tahapan dan jadwal Pemilu 2024 berlarut-larut hingga tiga bulan karena terjadi perbedaan pendapat antara KPU, pemerintah, dan Komisi II DPR. KPU mengusulkan durasi masa kampanye selama 120 hari, sedangkan pemerintah dan Komisi II mengusulkan selama 90 hari dan 75 hari.

KPU mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengadakan logistik pemilu hingga mendistribusikannya ke daerah.

Ada dua jenis logistik yang baru bisa dicetak setelah penetapan peserta pemilu, yaitu surat suara dan formulir rekapitulasi penghitungan suara. Dalam draf awal KPU tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024, penetapan daftar calon tetap anggota legislatif serta pasangan calon presiden dijadwalkan pada 11 Oktober 2023. Tiga hari setelahnya, kampanye pemilu dimulai.

Penetapan peserta pemilu tersebut menjadi patokan KPU dalam pengadaan logistik. Namun proses pengadaan surat suara dan formulir rekapitulasi tak bisa langsung dieksekusi karena mesti menunggu hasil gugatan atas penetapan daftar calon tetap peserta pemilu tersebut. Calon sementara yang gagal menjadi calon tetap peserta pemilu dapat menggugat ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) ataupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Merujuk pada pengalaman Pemilu 2019, jangka waktu penyelesaian sengketa penetapan calon anggota legislatif mencapai satu bulan.

Draf Peraturan KPU tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024 akan difinalisasi dalam rapat konsultasi dengan Komisi II DPR, hari ini. Rapat konsultasi tersebut akan dihadiri KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri.

Ketua KPU, Hasyim Asyari, membantah lembaganya ikut angin dalam memutuskan durasi masa kampanye Pemilu 2024. Ia beralasan, audiensi KPU dengan Presiden Joko Widodo ataupun Ketua DPR Puan Maharani justru bermanfaat karena KPU mendapat usulan baru mengenai durasi masa kampanye yang tepat. "Kami simulasikan juga usulan-usulan tersebut," kata Hasyim.

 

Dua Model Tampilan Surat Suara

Di samping durasi masa kampanye, isu penting pemilu yang bakal diperdebatkan dalam rapat konsultasi pada hari ini adalah tampilan surat suara. Tampilan surat suara membetot perhatian karena ada lima jenis pemilihan yang digelar secara serentak pada Pemilu 2024, yaitu pemilihan calon presiden, pemilihan anggota DPR, pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten atau kota, serta pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

KPU mengusulkan dua model tampilan surat suara. Model pertama berisi tiga lembar surat suara. Lembar pertama berisi penggabungan kolom pemilihan calon presiden dan wakil presiden dengan kolom pemilihan anggota DPR. Lembar kedua berisi penggabungan kolom pemilihan anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten atau kota. Lembar ketiga berisi kolom pemilihan anggota DPD.

Model kedua berisi dua surat suara. Lembar pertama menggabungkan kolom calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD. Lalu, lembar kedua berisi penggabungan kolom pemilihan anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten atau kota.

Wakil Ketua Komisi II dari Partai NasDem, Saan Mustopa, mengatakan fraksinya cenderung menginginkan model surat suara yang pertama. Pertimbangannya, penggabungan kolom calon presiden, anggota DPR, dan anggota DPD dalam satu surat suara akan membuat surat suara lebih lebar. “Kondisi ini akan mengganggu pemilih,” kata dia.

Politikus PDIP, Junimart Girsang, berbeda pendapat dengan Saan. Wakil Ketua Komisi II ini mengatakan kedua model surat suara Pemilu 2024 tersebut sama baiknya. Ia mengatakan fraksinya tak berkeberatan dengan kedua model surat suara tersebut. “Asal pemilih nyaman nanti,” katanya.

INDRI MAULIDAR | DEWI NURITA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus