LULUSAN Akabri direncanakan makin menjurus. Para perwira remaja
Akademi Angkatan Bersenjata RI itu, diharap akan benar-benar
siap pakai nantinya-di lapangan keahlian masing-masing. Karena
itu dibuat kurikulum baru--meski baru kerangka dasarnya yang
selesai disusun Panitia Kerja Pembenahan Kurikulum Akabri, Senin
pekan lalu, dan akan dibawa ke Hankam November depan.
Kesan perwira remaja Akabri yang kurang menggembirakan, seperti
diketahui, diperoleh dari penelitian dua kali-1979-1980 dan
1980-1981. Bukan saja ketrampilan fisik dan kecerdasan otak para
lulusan sejak 1969 itu dinilai merosot. Tapi juga sikap mental
mereka kurang mencerminkan gambaran perwira ideal. Bagaimana
kebanyakan mereka lebih menyukai memakai sepatu luar negeri
daripada sepatu pembagian, misalnya. Atau lebih suka gondrong
daripada potong pendek (TEMPO, 30 Mei).
Satu hal pokok dalam kurikulum baru: kewajiban para taruna
bergaul dengan buku, secara lebih intensif. Mereka harus membaca
sejumlah buku, miring kaskannya, bahkan membuat karangan
berdasar buku-buku tersebut. Di tingkat IV penilaian karangan
itu tak hanya berkisar pada soal bahasa dan logika. Tapi juga
orisinalitas gagasan.
Penuturan seorang perwira senior bisa menggambarkan perlunya
pewajiban itu. Lulusan Akabri, selama ini,santaisantai saja. Tak
mau menambah pengetahuan sendiri. Padahal, hanya menerima dari
dosen saja jelas tak cukup. "Kami dulu selalu menambah ilmu
dengan usaha sendiri. Mengikuti kursus macam-macam," katanya.
Bira Setaraf
Yang mau dicetak tampaknya tak sekedar seorang jagoan perang.
Melainkan, seperti pernah dikatakan Danjen Akabri Letjen J.
Henuhili kepada TEMPO "Seorang perwira yang tak asal perintah,
seorang perwia yang mempunyai landasan berpikir logis."
Dalam hubungan dengan itu tentunya, beberapa mata kuliah
akademis yang nonmiliter, misalnya kuliah fisika, akan
diusahakan agar nantinya bisa diakui setaraf dengan perguNan
tinggi umumnya. Ini dituturkan oleh Kol. (Laut) Djoko Sri
Wasito, Asisten Danjen Akabri bidang Pendidikan dan Latillan.
Dan dengan nilai yang setaraf, diharapkan lulusn Akabri bisa
memperdalam ilmu di perguruan tinggi - misalnya saja untuk
mencari gelar sarjana fisika.
Sebab sampai kini, perguruan tinggi umumnya belum mengakui mata
kuliah di Akabri sctaraf dengan yang mereka punya. Lewat tes,
seorang lulusan Akabri bisa diterim di tingkat III, misalnya.
Tapi mungkin temannya hanya bisa masuk tingkat I. Maka yang
diharap dengan kurikulum baru ialah tercapainya
standar--misalnya mata kuliah nonmiliter akan setaraf dengan
tingkat sarjana muda.
Untuk mendukung itu, panitia menyusun kurikulum--yang dipimpin
Kolonel (Artileri) M. Roesli, Deputi Operasi Danjen
Akabri--merencanakan juga pembinaan staf pengajar lebih serius.
Mereka misalnya dimungkinkan mengi kuti program pasca sarjana di
perguruan tinggi yang ditunjuk. Juga metode dan sistem kuliah
lebih diefektifkan pemakaian video tape dan film, sebagai
contoh.
Yang lebih penting, evaluasi berkala tak hanya akan ditujukan
kepada taruna -- seperti sekarang. Kurikulum baru mengharuskan
juga evaluasi terhadap staf pengajar, sistem dan metode
perkuliahan, sarana pendidikan (alat instruksi dan kepustakaan)
dan segala yang bersangkuun dengan Akabri. Agar ada penyegaran
tiap waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini