Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Memaksakan Diri Bisa 'Ayanan'

Pelari dari Jambi Rachmat Fauzi kesurupan begitu sampai di finish. Diduga menderita epilepsi atau ayan. Penyakit ini disebabkan oleh radang atau kurang darah di otak.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA tidak ditargetkan merebut medali emas untuk nomor lari 5000 m dalam PON X yapg lalu. Harapan pelatihnya, Ventje Gozal, 39 tahun, kalau dia bisa mempertajam rekornya sendiri sudah lumayan. Tetapi ketika dia berdiri di lintasan dan berada di bawah tatapan mata sekitar 10.000 penonton ambisi Rachmat Fauzi jadi terbakar. Begitu pistol start meletus dia menempel ketat pada pelari yang sudah punya nama seperti Ali Sofyan Siregar, Solichin, Sam Saud dan Abdul Salam. Di antara 18 peserta dari 14 daerah itu Rachmat Fauzi yang mengenakan nomor dada 107 maju dengan langkah-langkah yang mantap. Sampai putaran kelelapan dia masih bisa bertahan untuk membuntuti pelari-pelari tangguh dari Jakarta, Ali Sofyan maupun Solichin yang silih berganti memimpin di depan. Pelari asal Jambi itu ternyata lebih kuat dari andalan Jaa Timur, Abd. Rahman Zakin yang menyerah dan berhenti karena kejang otot perut sebelum mencapai jarak 4000 m. Baru pada putaran kesepuluh Rachmat Fauzi mulai kehabisan "bensin " dan tercecer sekitar 100 m di belakang pelari yang memimpin. Ketika Ali Sofyan (DKI) memasuki garis finish disusul Abdul Salam (Sulawesi Selatan) dan Solichin (DKI), Rachmat Fauzi tertinggal sekitar 400 m. Dia menyentuh garis finish dengan langkah yang goyang dan tidak ada sisa tenaga lagi untuk jogg guna menurunkan detak jantungnya yang berpacu hebat selama pertandingan tadi. Takbir Ia sempat dipapah oleh pelatih dan teman sedaerahnya berkeliling di lapangan rumput. Karena kakinya sudah tak kuat melangkah, akhirnya dia direbahkan ke rumput. Dia menelentang. Keringat membasuh tubuhnya. Tak berapa lama kemudian tangan dan kakinya mulai gemetar. Matanya terbeliak. Tiba-tiba dia berdiri. Kepada pelatihnya dia berteriak. "Kau pelatihku ya! Kau lihat saya lari?" Ventje Gozal merangkulnya dan menerentangkannya kembali ke rumput. Dia mulai mengigau seperti orang kesurupan. "Allahu Akbar! Allahu Akbar! " serunya. Ketika petugas lapangan, wartawan foto, perawat dan seorang dokter wanita datang mengerubung, dia berteriak "Jangan masukkan koran ya!" Dia berdiri dan berkeliling, kemudian rebah lagi ke lapangan. Dokter wanita yang masih muda itu mengukur tensinya. "Normal," kata dokter itu. Ia kelihatan seperti kebingungan menghadapi atlet yang berubah menjadi pasien ini. "Apa ada keturunan Fauzi yang menderita ayan." Pertanyaan ini tidak mendapat jawaban. Sebab si Fauzi terus-menerus meneriakkan Takbir. Ada satu jam dia menderita begitu. Sempat pula seorang wartawan foto mencobakan ilmu gaibnya. Pelari jarak menengah itu didudukkannya. Setelah komat-kamit barang sebentar lantas dia memukul punggung pemuda itu. Tapi tak menolong juga. Akhirnya datang tandu dan pelari yang duduk di tingkat 11 Fakultas Ekonomi Universitas Jambi itu digotong ke luar lapangan. Sampai di luar Stadion Utama, tak ada ambulans. Dia dimasukkan ke dalarn mobil pribadi dr. Sarengat yang duduk sebagai pimpinan Panitia Pelaksana PON X. Rachmat Fauzi yang sudah 12 « kali lari berputar di dalam stadion, sekarang harus berputar-putar lagi di luar stadion, karena sopir maupun mantri yang membawanya tak tahu di mana Pusat Kesehatan Olahraga. Tapi apa yang diderita si pelari itu? Biasanya kalau kehabisan tenaga yang mengakibatkan otak kekurangan suplai oksigen, orang akan jatuh tak sadarkan diri. Sedangkan Rachmat masih bisa berdiri dan berteriak-teriak. "Dia terlalu capek. Terlalu tegang ketika bertanding," kata dokter yang merawatnya. Supaya sadar Rachmat diberi oksigen. Untuk menenangkan gerakan-gerakan dan ocehannya, dokter memberi obat penenang pula. Tak sampai sehari dia dirawat di Pusat Kesehatan Olahraga yang terletak di Senayan. Selain keterangan dokter bahwa dia terlalu capek ada pula yang menduga Rachmat memang penderita epilepsi atau ayan. Gelap Si pelari itu sendiri, beberapa hari setelah musibah itu bercerita kepada wartawan TEMPO Erlina Soekarno, bahwa ibunya memang suka bertingkah-laku seperti orang ayanan. "Kalau ibu saya sedang sakit, dia sering mengigau. Mata melotot dan mengoceh tak karuan," katanya. Ayan biasanya diiringi mulut berbusa. Tapi pada jenis epilepsi lain tanda-tanda seperti itu tak ada. Dalam sebuah tulisannya ahli neurologi dan Rektor UI, Prof. dr. Manar Mardjono ada mengemukakan tentang temporal lobe epilepsy. Ayan jenis ini disebabkan oleh radang ataupun karena kurangnya darah di otak. "Kalau radang itu aktif maka si penderita tidak akan sadar atas apa yang diperbuatnya," kata Mabar Mardjono. Tentang pelari dari Jambi itu, Prof. Mahar berkomentar: "Mungkun waktu lahir dia kekurangan darah di otak. Tapi saya belum bisa memastikannya. Sebab saya tidak melihat kejadian yang menimpanya dan tidak memeriksanya. Tapi menurut dugaan sementara dan hanya kecapekan. sarangkali dia terlalu memforsir diri. Hal itu membuat jantungnya terlalu cepat berdenyut dan darah yang membawa oksigen ke otaknya berkurang." Rachmat Fauzi tidak ingat apa yang dialami pada sore hari tanggal 24 September itu. "Begitu mencapai garis finish, tiba-tiba kepala. puyeng dan gelap sekali. Sesudah itu saya tidak ingat apaapa lagi," katanya di penginapan atlet di Wisma Krida Senayan. Seminggu setelah kejadian dia belum kuat berdiri lama-lama, karena mudah pusing. Pelatih maupun teman-temannya satu tim dari Jambi prihatin terhadap nasib yang menimpa Rachmat. Namun mereka kagum pada kemauannya yang besar untuk mendapat kedudukan terhormat. Sekalipun gagal memperoleh medali, dia berhasil berlari lebih cepat 23 detik dari prestasinya yang lama, 17.30 menit untuk jarak 5000 m itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus