Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Presiden Prabowo Subianto meresmikan jalan layang atau fly over Madukoro di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 11 Desember 2024. Pada kesempatan itu, ia mengingatkan bahwa jalan layang itu dibangun menggunakan uang rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya ingatkan untuk kesekian kalinya bahwa setiap rupiah uang rakyat harus dipakai digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat," kata Prabowo dalam sambutan peresmian jalan layang Madukoro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo menuturkan bahwa jalan layang ini adalah infrastruktur yang dibangun dengan uang rakyat. Ia berterima kasih kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan semua pihak yang terlibat pembangunan.
Menurut Prabowo, infrastruktur penting untuk membuka konektivitas dan memperlancar arus lalu lintas. Walhasil, kata dia, bisa memacu pembangunan ekonomi. Ia mengingatkan agar semua pembangunan infrasktruktur negeri harus efisien, tetapi juga harus mempertahankan kualitas.
"Semoga infrastruktur ini, prasarana ini, bermanfaat dan berguna tidak hanya untuk rakyat Semarang, tetapi rakyat Jawa Tengah semuanya," ucap Prabowo.
Presiden Prabowo tiba di lokasi peresmian sekitar pukul 10.00 WIB didampingi Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo beserta jajaran, dan sejumlah pejabat terkait lainnya.
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo beserta jajaran, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Turut hadir sejumlah perwakilan forum pimpinan daerah, dan tokoh masyarakat sekitar.
Telan anggaran Rp 198,9 miliar
Jalan layang Madukoro yang berlokasi di Kecamatan Semarang Barat ini mulai dibangun April 2023 hingga Mei 2024. Proyek ini memakan anggaran mencapai Rp 198,9 miliar.
Jalan layang Madukoro membentang sepanjang 221 meter dengan total panjang jalan layang dan jalan penghubung 1.597 meter dan lebar 19 meter.
Adapun manfaat dari infrastruktur tersebut di antaranya mengurai kemacetan atau antrean lalu lintas terutama di Simpang Arteri (Madukoro) pada jalur vital Pantura Jawa termasuk ke arah Bandara Ahmad Yani dan Pelabuhan Tanjung Mas.
Jalan layang tersebut juga mendukung kawasan wisata strategis nasional seperti Borobudur, Yogyakarta, dan Prambanan, yang diharapkan mengurangi risiko kecelakaan. Jalan tersebut dibangun secara terpisah untuk arah berlawanan, sehingga arus lalu lintas lebih terkontrol.
Gunakan teknologi khusus
Dilansir dari laman Kementerian Pekerjaan Umum, Pejabat Pembuat Komitmen 1.6 Provinsi Jawa Tengah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta Novi Krisniawati mengatakan, teknologi khusus yang dipakai dalam pembangunan jalan layang Madukoro ini, yaitu menggunakan mortar busa yang dipakai di timbunan.
“Teknologi khusus yang kita gunakan adalah mortar busa dibagian timbunan yang ada gambar wayang dan awan itu,” tambah Novi, dikutip Tempo, Rabu, 11 Desember 2024.
Ornamen Warak Ngendhog
Pembangunan infrastruktur jalan layang Madukoro ini memiliki banyak beautifikasi berupa kearifan lokal yang menempel di sekitar infrastruktur tersebut. Beautifikasi ini menambah keindahan infrastruktur. Masing-masing ornamen memiliki makna tersendiri sesuai dengan adat dan budaya Kota Semarang.
Beautifikasi jalan layang Madukoro tersebut, antara lain Warak Ngendhog yang merupakan salah satu ikon Kota Semarang, ukiran Srikandi yang belajar memanah bersama Arjuna, ornamen gelombang pada sisi jalan layang yang menggambarkan masyarakat Semarang memiliki toleransi yang tinggi.
Kemudian pada sisi timbunan terdapat ukiran pandawa lima, dan pada sisi pagarnya terdapat ornamen burung Kepodang yang ada di Jawa Tengah dan memiliki warna keemasan yang menandakan bahwa masyarakat Kota Semarang memiliki keindahan dan keselarasan.
“Memang didalam beautifikasi jalan layang Madukoro ini banyak ornamen beautifikasi, antara lain Warak Ngendhog yang merupakan ikon Kota Semarang. Warak Ngendhog ini menunjukkan terdiri dari tiga kebudayaan, yang pertama budaya Tionghoa ditandai di kepalanya seperti barongsai. Kemudian di badannya seperti buroq, yaitu hewan yang ada di Arab, dan di empat kakinya menggambarkan masyarakat jawa yang digambarkan dengan kaki kambing,” terang Novi.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.