Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hikmahanto Juwana mendadak menjadi orang yang paling dicari anggota panitia seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dicari untuk diminta mendaftar menjadi calon pemimpin komisi antikorupsi. Undangan datang dari dua anggota panitia seleksi, yaitu Diani Sadiawati dan Harkristuti Harkrisnowo.
"Mereka bilang ke saya, ayo dong mendaftar calon pemimpin KPK," kata Hikmahanto, Rabu dua pekan lalu. Pakar hukum internasional ini mengatakan Diani menghubunginya lewat WhatsApp pada awal Juni lalu. Sedangkan Harkristuti, yang juga Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengajak Hikmahanto melalui pesan pendek pada Senin dua pekan lalu.
Bunyi surat elektronik keduanya serupa, yaitu berisi ajakan agar Hikmahanto mau mendaftar sebagai calon pemimpin KPK. Namun Hikmahanto menolak ajakan Diani dan Harkristuti. "Saya ingin berfokus mengajar di kampus saja," katanya.
Diani mengakui memang membujuk Hikmahanto. Langkah itu ditempuhnya karena telah menjadi kesepakatan internal panitia seleksi. "Panitia menimbang orang akan takut mendaftar dengan melihat kondisi KPK saat ini, sehingga mengambil kebijakan jemput bola," katanya.
Yenti Garnasih, anggota panitia seleksi yang lain, mengatakan rapat panitia seleksi membahas kebijakan jemput bola itu dilangsungkan setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Selasa, 26 Mei lalu. Menurut dia, dalam rapat tersebut diputuskan agar panitia seleksi proaktif mendekati sejumlah tokoh yang kredibel untuk mendaftar sebagai calon pemimpin KPK. Mereka lantas menginventariasi 50 nama yang hendak dihubungi.
Di antara nama itu, ada Hikmahanto, guru besar Universitas Andalas Saldi Isra, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palembang Albertina Ho, mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Oegroseno, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Agus Rahardjo, Inspektur Khusus Kementerian Dalam Negeri Sastri Yunizarti Bakry, Ketua Pengadilan Tinggi Mataram Andriani Nurdin, serta Wakil Komisi Yudisial Imam Anshory Saleh.
"Kami berbagi siapa yang menghubungi siapa," kata Yenti. Pembagian tugas berdasarkan siapa yang cukup dekat dengan nama-nama itu. Lalu satu per satu mereka diajak untuk mendaftar.
Misalnya, Yenti menghubungi Albertino Ho dan Oegroseno. Kepada kedua nama ini, Yenti mengirimkan surat elektronik yang berisi undangan untuk mendaftar. "Tapi saya tidak tahu apa mereka mau mendaftar atau tidak," ujar pakar pidana pencucian uang ini.
Albertina membenarkannya. "Anggota pansel memberikan informasi tentang pendaftaran calon pimpinan KPK," katanya. Sedangkan Oegroseno, yang dimintai konfirmasi, justru mengaku tak pernah dihubungi oleh panitia seleksi.
Agus Rahardjo mengakui adanya ajakan itu, tapi ia belum memastikan akan melamar. "Kalau saya nantinya mendaftar, bukan semata karena dorongan tersebut," katanya. Saldi Isra juga membenarkan telah dihubungi panitia seleksi. "Tapi kemungkinan besar saya tidak ikut mendaftar."
Cara jemput bola panitia seleksi bukan saja dengan jalan mengajak tokoh-tokoh untuk mendaftar. Mereka juga mendekati beberapa lembaga negara, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga pegiat antikorupsi.
Karena ajakan tersebut, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti merekomendasikan tiga nama ke panitia seleksi. Mereka adalah Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Deputi Bidang Koordinasi Keamanan Nasional Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Inspektur Jenderal Syahrul Mamma, serta mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Purnawirawan Benny Jozua Mamoto. Kejaksaan Agung juga menyodorkan lima pegawainya ke panitia seleksi.
Rusman Paraqbueq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo