Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WALI Kota Pekalongan Basyir Ahmad terpaksa menggelar dua pertemuan penting sepanjang pekan lalu. Pada Selasa siang, ia bergegas menemui Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Keesokan harinya, dia terbang ke Jakarta menghadap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kepada dua orang itu, Basyir menjelaskan pengunduran dia, yang masa jabatannya seharusnya berakhir pada 9 Agustus mendatang. Dia kerepotan menangkis tudingan bakal mengajukan istrinya, Balqis Diab, sebagai calon wali kota.
Basyir tak terang-terangan hendak menyorongkan istrinya yang kini menjadi Ketua Partai Golkar Kota Pekalongan yang juga calon wali kota itu. Dia berdalih keluarganya tak bakal maju dalam pemilihan mendatang. Meskipun begitu, di sisi lain, dia memuji istrinya memiliki tiga syarat sebagai calon wali kota, yaitu kapabilitas, popularitas, dan dukungan finansial. "Istri saya juga politikus unggul dan siap tempur," kata Basyir pada Selasa pekan lalu.
Ganjar tak begitu saja menerima penjelasan Basyir. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu meminta Basyir menggelar konferensi pers. Agar tak ada spekulasi, sang Wali Kota diminta mengajak istrinya. Tapi Balqis tak pernah muncul dalam konferensi pers. Basyir beralasan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pekalongan itu sedang menghadiri undangan Kementerian Dalam Negeri.
Ada tiga alasan Basyir mundur. Pertama, agar orang yang memiliki hubungan keluarga bisa mencalonkan diri. Alasan kedua, dia ingin mempromosikan Kepala Dinas Kesehatan Dwi Heri Wibawa sebagai penggantinya. Dwi Heri sudah berancang-ancang menjadikan Partai Golkar sebagai kendaraan politik. Basyir merasa tak etis mengkampanyekan salah satu calon tatkala masih menjabat. Alasan terakhir, ia ingin memberi kesempatan wakilnya, H.A. Alf Arslan Djunaid, menikmati kursi wali kota. Jauh hari sebelum hiruk-pikuk ini terjadi, Basyir sedianya mendukung Arslan.
Peta politik berubah kala Komisi Pemilihan Umum menerbitkan surat edaran bernomor 302 Tahun 2015 pada 12 Juni lalu. Salah satu poin dalam surat ini memperjelas definisi inkumben, yaitu kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum pendaftaran. Surat ini memperjelas bunyi Pasal 7 huruf r Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah. Menurut pasal ini, calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan inkumben. Bentuk konflik kepentingan itu salah satunya memiliki hubungan darah, termasuk suami atau istri.
Surat ini membuat Basyir girang bukan kepalang. Sepekan kemudian, dia menyerahkan surat mundur ke DPRD Kota Pekalongan. Basyir menyatakan mundur karena ingin mengabdikan diri di bidang lain yang mendesak dan tidak memungkinkan dilaksanakan dengan merangkap jabatan. "Dia tak menjelaskan bidang lain yang dimaksud," ujar Wakil Ketua DPRD Kota Pekalongan Ismet Inonu.
Senin pekan lalu, Balqis membacakan surat suaminya itu di sidang paripurna. Meski alasan yang diajukan Basyir lemah, Ismet tak bisa berbuat apa-apa. Sesuai dengan Pasal 78-79 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, pengunduran diri Basyir tak memerlukan persetujuan Dewan. "Kami hanya berhak mengumumkan pengunduran diri kepala daerah," kata Ismet. Adapun Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Pekalongan Edi Supriyatno mengatakan, "Kalau ada mekanisme menolak, tentu kami tolak."
Meskipun Basyir membantah, nyatanya Golkar Pekalongan telanjur mengirim nama Balqis bersama politikus Demokrat, Sutarip Tulis Widodo dan Dwi Heri, ke Tim Penjaringan Kepala Daerah DPP Golkar. Anggota Tim Penjaringan, Sharif Cicip Sutardjo, sudah menerima tiga nama ini. Sharif memastikan nama calon wali kota mesti merupakan kader Golkar tulen. Balqis jelas memenuhi kriteria ini. "Dan tergantung hasil survei," ujar Sharif.
Di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, langkah serupa dilakukan Bupati Mawardi Yahya, yang sudah menjabat selama dua periode. Pada Selasa pekan lalu, surat pengunduran diri politikus Partai Golkar ini dibacakan di depan sidang paripurna Dewan. Mawardi, yang seharusnya purnatugas pada 22 Agustus mendatang, mundur lebih dini guna memuluskan langkah putranya, A.W.Noviadi Mawardi, merebut kursi bupati. Noviadi tercatat sebagai anggota Dewan Ogan Ilir dari Partai Golkar. Mawardi belum mencari perahu untuk sang putra. "Waktunya masih panjang," katanya.
Mawardi menampik jika disebut membangun dinasti politik. Dinasti politik terjadi jika bupati selanjutnya ditunjuk secara langsung oleh dirinya. Bupati periode berikutnya, Mawardi beralasan, dipilih langsung oleh rakyat Ogan Ilir. Dia tak membantah jika dinilai sedang mengakali undang-undang. "Tak salah bila saya menghindari rambu-rambu sebagai inkumben," ucap Mawardi.
Ketua DPRD Ogan Ilir Ahmad Yani berkilah tak dapat menolak keinginan Mawardi. Pada Selasa pekan lalu, dia mengumumkan pengunduran diri Mawardi. Langkah ini dikritik keras Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Ogan Ilir Hilmin. Menurut Hilmin, Mawardi seharusnya tak menanggalkan jabatan sebelum waktunya berakhir. "Bupati bisa dikatakan melanggar sumpah jabatan," ujarnya. Mawardi menuturkan, tak ada yang bisa menghalanginya mundur.
Seusai sidang paripurna pekan lalu, Mawardi mengatakan tak perlu cawe-cawe dengan anggota Dewan. Sebab, tak ada kewajiban memperoleh restu Dewan terkait dengan pengunduran dirinya. Surat yang dia sampaikan ke Dewan pun tak lebih berupa pemberitahuan. "Tak ada aturan yang mengatakan perlu persetujuan DPRD. Saya hanya perlu mengumumkan," kata Mawardi.
Berbeda dengan koleganya yang jalannya gangsar, Marudut Situmorang mesti menempuh jalan berliku. Wakil Wali Kota Sibolga itu sudah bersurat kepada Wali Kota Syarfi Hutauruk. Seharusnya masa jabatan keduanya berakhir pada 26 Agustus mendatang. Kepada koleganya itu, Marudut mundur karena ingin mengajukan istrinya, Memory Evaulina Panggabean, sebagai calon wali kota. Syarfi kemudian meneruskan surat itu ke Dewan dan Menteri Dalam Negeri. "Sekarang tergantung DPRD," ujar Syarfi.
Dua bulan setelah surat dikirim, Marudut gelisah. DPRD Kota Sibolga tak kunjung menjadwalkan pembacaan pengunduran dirinya. Dia pun menuding ada pihak yang ingin mengganjalnya dan menggagalkan rencana sang istri bertarung. Marudut menilai kans Evaulina tinggi karena disokong faktor sejarah. Ayahnya, Sahat Panggabean, Wali Kota Sibolga dua periode pada 2000-2010. Evaulina, yang juga Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sibolga, telah mengantongi dukungan dari sejumlah partai.
Syarfi menampik jika disebut sedang menghadang rencana pengunduran Marudut. Di sisi lain, politikus Partai Golkar ini tak mendesak Dewan segera bersidang. Wakil Ketua DPRD Sibolga Jamil Zeb Tumori menilai pengunduran diri Marudut melanggar etika. Langkah Marudut mungkin bakal dijegal di Dewan. "Dulu, sewaktu pelantikan, dia berjanji menuntaskan masa jabatan," kata Jamil.
Marudut bukannya tak bergerak. Dia mendekati rekan separtai Evaulina di DPRD. Salah satunya Wakil Ketua Hendra Sahputra. Menurut Hendra, Marudut mendatangi langsung sejumlah anggota Dewan. Jika Evaulina tetap berkukuh maju, politikus Partai NasDem ini menuturkan, surat pengunduran Marudut mesti dibacakan pada akhir Juni. "Jika tidak, pencalonan Evaulina pasti terganjal," ujar Hendra.
Wayan Agus Purnomo, Dinda Leo Listy (Pekalongan), Parliza Hendrawan (Ogan Ilir), Sahat Simatupang (Sibolga)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo