Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyoroti secara khusus kondisi guru madrasah pada momentum Hari Guru Nasional 2024 yang jatuh pada 25 November 2024. Ia menilai guru madrasah seakan-akan menjadi kelompok pinggiran dalam percaturan kebijakan guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bisa dibilang, keberadaanya tidak begitu mendapat perhatian pemerintah. Mereka ini diperlakukan seperti anak tiri dalam sistem tata kelola guru di Indonesia,” ujar Ubaid Matraji dalam rilis yang diterima Senin, 25 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ubaid mengatakan guru madrasah menempati kasta yang paling bawah, dibandingkan dengan guru-guru lain dalam hal kesejahteraan. Padahal, mereka sama-sama guru yang punya hak dan kewajiban sama, tapi pemberian haknya dibeda-bedakan.
"Apalagi, jika status mereka adalah guru honorer di madrasah, beban penderitaannya pun berlipat ganda," kata Ubaid.
Soal kualitas, pun juga tak kalah memperihatinkan. Hingga kini, jumlah guru madrasah yang sudah tersertifikasi hanya berjumlah 39,2 persen. Padahal, berdasarkan amanah Pasal 82 ayat 2 UU Guru dan Dosen, ditegaskan bahwa 10 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut, seluruh guru harus sudah tersertifikasi.
“Kini, sudah 19 tahun berlalu, nyatanya masih ditemukan sebanyak 484.737 (atau 60,8%) guru madrasah yang belum mengantongi sertifikat pendidik. Mengapa ini dibiarkan?” tanya Ubaid mempersoalkan perkara ini.
Jika tidak ada perubahan kebijakan pemerintah soal ini, Ia memperkirakan daftar antrian Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk guru madrasah mencapai 53 tahun. Panjangnya antrian PPG dikarenakan pemerintah hanya memberi jatah kuota PPG untuk guru madrasah rata-rata 9 ribu per tahun.
“Dari data ini kita bisa tahu bahwa antrian guru madrasah untuk mengikuti PPG itu lebih panjang daripada antrian haji,” kata Ubaid.
Ubaid memprediksi, nasib guru madrasah bisa jadi kian sengsara, jika pemerintah berkomitmen menunaikan janji politiknya untuk menambah gaji guru Rp 2 juta.
Karena gaji tambahan ini, ternyata tidak untuk semua guru, tapi kabarnya hanya akan diberikan kepada guru-guru yang sudah tersertifikasi. Artinya, kebijakan ini hanya akan dinikmati oleh segelintir guru madrasah.
Padahal, dari 484.737 guru madarah yang berlum tersertifikasi, terdapat 455.767 atau 94,1 persen guru madrasah yang berstatus non-ASN. Merekah merupakan guru yang paling terdampak dari sistem tata kelola guru yang belum berkeadilan ini.
Untuk itu, JPPI memberikan beberapa rekomendasi supaya tata kelola guru di Indonesia lebih berkeadilan bagi semua dan tidak diskriminatif kepada guru madrasah.
Ia meminta presiden bersama DPR membuat kebijkan satu sistem dalam tata kelola guru di Indonesia. Perbedaan, menurut dia, hanya akan terjadi hanya pada penempatannya saja.
"Perbedaan tempat bertugas ini, hanyalah soal tempat bekerja, tapi soal hak dan kewajibannya haruslah setara dan berkeadilan untuk semua guru," kata Ubaid.
Selain itu, Ubaid meminta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Keuangan harus merencanakan dan menyediakan dana pendidikan yang cukup untuk mempercepat target PPG untuk semua guru, khususnya untuk guru madrasah. Tindakan ini harus segera dilakukan supaya tidak perlu menunggu antrian PPG hingga 53 tahun.
Kemudian Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Agama harus menjadi leading sektor untuk merumuskan kebijakan satu sistem tata kelola guru. Kementerian juga perlu menyusun roadmap bersama dalam rangka upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, baik di sekolah maupun madrasah.