Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu jenis disabilitas yang sering luput dari perhatian adalah difabel yang tidak kasat mata atau invisible disability. Menurut data organisasi kesehatan dunia atau World Health Organisation/WHO, hanya enam persen dari satu miliar difabel di seluruh dunia memiliki disabilitas yang dapat dikenali secara umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pengenalan identitas disabilitas pun lebih banyak dari alat pengampu yang dibawa difabel. Seperti tongkat, kursi roda, penyangga anggota tubuh atau prostetik yang dipakai di luar tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Asosiasi Penyandang Disabilitas Amerika mengkategorikan difabel tak kasat mata sebagai sebuah kondisi disabilitas yang ada dalam diri seseorang, yang membuat seseorang mengalami keadaan tertentu tanpa dapat dilihat orang lain. Asosiasi itu mencontohkan penyandang disabilitas mental intelektual, seperti autisme dan multiple schlerosis, pengguna organ tiruan (prostetik), dan disabilitas sensorik rungu.
"Disabilitas tak kasat mata terkadang bahkan tidak disadari oleh orang yang memilikinya," ujar Roy Richard Grinker, Professor Antropologi di Fakultas Hubungan Internasional dan Studi Kemanusiaan dari George Washington University, seperti yang dikutip dari Deccan Herald, Sabtu 11 Juli 2020.
Menurut Grinker, kondisi disabilitas yang tak kasat mata membuat seseorang menerima perlakuan buruk dari lingkungannya. Sebab itu, banyak penyandang disabilitas tak kasat mata memilih tidak bersosialisasi lantaran banyak orang tidak mengetahui dan tidak berempati kepada mereka.
"Beberapa penyandangnya bahkan mengalami diskriminasi berlipat karena prasangka buruk," kata Ginker. Dia mencontohkan, perempuan dengan multiple schlerosis yang dituduh berpura-pura. Akibatnya, banyak perempuan multiple schlerosis yang kehilangan haknya sebagai difabel. Di antaranya hak mendapatkan kemudahan parkir kendaraan maupun pertolongan prioritas.