Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Kantor perusahaan pemenang tender Gorden DPR, PT Bertiga Mitra Solusi, terletak di kawasan Green Lake City Rukan Great Wall Blok C, Nomor 11, Cipondoh, Tangerang, Banten. Berdasarkan pantauan Tempo, pada Senin, 9 Mei 2022, tak ada aktivitas di kantor tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak banyak aktivitas yang terlihat di rumah kantor (Rukan) tiga lantai itu ketika Tempo sambangi. Meskipun terdapat enam sepeda motor di sana, seorang penjaga Rukan bernama Rusnan menyatakan belum ada kegiatan di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hanya ada driver (supir) saja di atas," kata Rusnan kepada Tempo.
Dari sisi luar, tak terlihat plang nama perusahaan di depan Rukan. Papan nama Bertiga Mitra Solusi baru dapat dilihat di dinding ruang resepsionis.
Kepada Tempo Rusnan mengatakan baru bekerja satu bulan di perusahaan tersebut. Dia pun menyatakan belum mengetahui jika perusahaan tersebut tengah menjadi sorotan karena menjadi pemenang tender pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR RI.
"Saya hanya helper, di sini ada enam karyawan. Tapi karena baru hari ini setelah libur Lebaran belum tahu tugasnya apa," kata Rusnan.
Rusnan pun menyatakan bahwa Direktur Utama PT Bertiga Mitra Solusi Lindawati Hadi jarang datang ke kantor tersebut. Dia mengaku baru sekali bertemu dengan bosnya itu.
"Tapi baru sekali saya bertemu (Lindawati),"kata Rusnan.
Rusnan tak memperkenankan Tempo untuk masuk melihat lebih jauh kantor tersebut. Dia menyatakan tak ada pegawai yang masuk selain supir.
Dalam laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) DPR RI, PT Bertiga Mitra Solusi disebut sebagai peserta yang mengajukan harga penawaran tertinggi sebesar Rp 43,5 miliar untuk tender tersebut.
Sesuai dengan informasi yang terdapat di dalam LPSE DPR RI, total penyedia yang mendaftar untuk lelang tersebut sebanyak 49 perusahaan, sedangkan penyedia yang memasukkan penawaran hanya tiga perusahaan. Selain PT Bertiga Mitra Solusi dengan tawaran harga Rp.43,5 miliar, ada dua peserta lelang lainnya menawarkan dengan harga lebih murah, yakni PT Panderman Jaya menawarkan dengan Rp.42,1 miliar dan PT Sultan Sukses Mandiri dengan harga Rp.37,7 miliar.
"Nama Pemenang PT Bertiga Mitra Solusi, Harga Penawaran Rp43.577.559.594,23, Hasil Negosiasi Rp43.577.559.594,23," tulis laman resmi LPSE DPR RI.
Penetapan pemenang dengan harga tertinggi, bukannya terendah ini pun dipertanyakan banyak pihak. Sampai saat ini, belum ada penjelasan dari DPR mengenai proses penentuan pemenang tender tersebut.
Tempo memperoleh dokumen resmi profil perusahaan tersebut. Dalam dokumen itu tertera, PT Bertiga Mitra Solusi memiliki Nomor SK Pengesahan: AHU-0018498.AH dengan pembaruan teranyar pada 15 Maret 2022.
Komisaris perusahaan bernama Mochamad Yusuf Gunawan, kemudian Direktur Utama adalah Lindawati Hadi dan Direktur Andi Sjachrial. Dalam dokumen, tertulis ada 25 klasifikasi baku lapangan usaha indonesia (KBLI) yang sesuai dengan PT Bertiga Mitra Solusi. KLBI adalah kode klasifikasi resmi untuk mengklasifikasikan jenis bidang usaha perusahaan.
Salah satu klasifikasi yang sesuai dengan proyek pengadaan gorden adalah dekorasi interior, yang di antaranya mencakup aplikasi bangunan atau proyek konstruksi lainnya termasuk jendela hingga instalasi furnitur. Namun sebagian besar klasifikasi usaha perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor serta sistem integrator dalam bidang teknologi dan informatika.
Perusahaan ini mengaku sudah memiliki banyak klien dari BUMN, perusahaan swasta, dan instansi pemerintah. "Klien kami saat ini adalah Angkasa Pura II, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia dan banyak lagi," demikian tertulis di laman perusahaan.
Di situs perusahaan juga sudah disebutkan bahwa tender "Supply and Instalation Gordyn and Blind The House Of Representatives Of The Republic Of Indonesia" termasuk dalam proyek yang sedang dikerjakan oleh perusahaan saat ini.
Proyek gorden DPR ini sendiri memicu kontroversi karena dinilai terlalu mahal. Selain itu, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat juga menduga terjadi permainan untuk mengarahkan pemenang tender.