Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan Kemendikbudristek sudah berdiskusi cukup panjang dengan Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. Diskusi itu bekaitan dengan penawaran kolaborasi untuk menginterpretasikan pola-pola pendidikan kepramukaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menawarkan kolaborasi untuk untuk mengintegrasikan lebih lanjut pola-pola pendidikan Kepramukaan, beserta modul dan silabusnya, ke dalam Kurikulum Merdeka," kata Anindito dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Anindito tidak menjelaskan hasil penawaran itu. Ia hanya mengatakan, Pramuka tetap ada di Kurikulum Merdeka. Permendikbudristek 12 Nomor 2024 tetap memasukkan pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler. "Jadi tidak ada penghapusan pramuka dari kurikulum," kata Anindito.
Menurut Anindito, permendikbudristek itu sejalan dengan UU Nomor 12 tahun 2010 tentang gerakan Pramuka. UU itu memandatkan sekolah memiliki gugus depan Pramuka, dan menyatakan bahwa pendidikan kepramukaan adalah hak murid. Karena itu semua sekolah tetap perlu memiliki gugus depan pramuka dan menawarkannya sebagai salah satu ekstrakurikuler.
Ia menjelaskan, Kurikulum Merdeka justru mendorong murid memilih ekskul sesuai potensi dan minatnya. Salah satu pilihannya adalah kegiatan pramuka. Pilihan ini sejalan dengan Pasal 13 UU 12/2010 tentang keikutsertaan murid adalah hak, bukan kewajiban. "Dan sejalan dengan Pasal 20 UU 12/2010 yang menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat sukarela," ujar Anindito.
Karena itu, sekolah tetap harus memiliki gugus depan Pramuka, dan menawarkannya sebagai salah satu opsi ekskul. Dari perspektif murid, pramuka menjadi salah satu pilihan.