Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Denpasar - Menghadapi ‘tsunami informasi’ yang tersebar melalui media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform yang dikendalikan oleh AI (kecerdasan buatan), Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Januar Primadi Ruswita mengajak perusahaan pers mengubah model bisnisnya. Hal tersebut agar terhubung dalam ekosistem digital, namun tetap berada dalam koridor jurnalistik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Beradaptasi bukan berarti kita mengikuti sepenuhnya pola platform media digital. Itu nanti akan menjadi ancaman bagi misi suci pers dalam membangun karakter bangsa,” ujarnya dalam Dialog Nasional Serikat Perusahan Pers (SPS) di Harris Hotel & Convention Denpasar, Kamis 10 Agustus 2023. Acara dialog yang digelar serangkaian memperingati HUT ke-77 SPS ini mengusung tema “Transformasi Industri Media Untuk Bangkit Bersama”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyampaikan bahwa dalam 10 tahun belakangan media digital berkembang sangat pesat dan berimbas pada keberadaan media konvensional. “Imbasnya sangat terasa, banyak yang terpaksa tutup karena tak mampu bertahan baik karena alasan ekonomi maupun kesulitan adaptasi teknologi,” ucapnya.
Januar menambahkan, dialog nasional serangkaian HUT ke-77 SPS menjadi momentum bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun jalan bersama. Ia melanjutkan SPS yang saat ini beranggotakan 538 perusahaan media akan terus menyerukan penyelamatan pers sebagai warisan bangsa, menjalankan fungsi yang baik dan bermakna.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mendorong perusahaan media konvensional yang tergabung dalam wadah Serikat Perusahan Pers (SPS) untuk meningkatkan kolaborasi dan sinergitas. Mengawali paparannya, Sekda Dewa Indra mengutip teori dromologi hasil pemikiran filsuf Paul Virilio. Secara sederhana, dromologi berarti semesta berpikir yang didasarkan pada prinsip kecepatan. Menurut Dewa Indra, mengacu pada teori itu, saat ini dunia tengah dikuasai oleh fenomena kecepatan.
“Semua minta serba cepat, termasuk informasi. Kalau tidak cepat, seolah kita merasa akan ketinggalan,” ujarnya Kamis 10 Agustus 2023.
Hal itu kemudian memicu pertarungan realitas dan virtual. Jika dicermati, saat ini kehidupan post modern dikuasai kehendak virtual. Ia lantas mencontohkan adanya kecenderungan mencitrakan diri sebagai orang kaya, baik hati, cantik dan rupawan di ruang virtual. “Padahal secara aktual belum tentu demikian. Kita sering tertipu oleh hal-hal yang tersaji secara virtual,” imbuhnya.
Bertolak dari teori dromologi, ia berpendapat kalau fenomena kecepatan itu juga membawa implikasi pada dunia pers. Kemunculan medsos dan media berplatform digital yang menawarkan kecepatan dalam penyebaran informasi menjadi tantangan yang harus dihadapi media konvensional seperti televisi dan surat kabar. Dewa Indra berharap, perusahaan pers yang mengelola media konvensional tak cengeng dalam menghadapi fenomena ini.
“Hadapi tantangan ini dengan beradaptasi, meningkatkan kolaborasi dan susun strategi bersama agar bisa tetap survive,” ucapnya. Namun dalam beradaptasi, pengelola media konvensional diingatkan tetap berpedoman pada kaidah jurnalistik sehingga tetap bisa menjadi media arus utama yang menyajikan karya jurnalistik berkualitas.
Masih dalam paparannya, Dewa Indra menyampaikan rasa optimistis terhadap keberlanjutan media konvensional. Optimisme itu mengacu pada hasil riset Dewan Pers yang bekerjasama dengan Universitas Moestopo Beragama pada tahun 2019. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media konvensional lebih tinggi dibandingkan media siber. Berdasarkan hasil riset, tingkat ketidakpercayaan pada media siber tercatat sebesar 25 persen, sedangkan ketidakpercayaan kepada surat kabar harian 14 persen, surat kabar mingguan/tabloid/majalah berita 17 persen.
Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat ini merupakan modal bagi media konvensional untuk tetap bertahan. Terlebih, SPS yang mewadahi media konvensional telah memasuki usia 77 tahun. “Ini artinya, selama kurun waktu 77 tahun, SPS tetap eksis dengan beragam tantangan yang telah dihadapi,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan media konvensional mampu mengadopsi perkembangan teknologi agar bisa tetap bertahan. Namun demikian, media konvensional juga diingatkan agar tetap menjaga karya jurnalistik agar selalu kualitas.
Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Budi Arie Setiadi yang menyampaikan paparan secara virtual menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap perkembangan media konvensional. Keberpihakan itu teraktualisasi dalam dua Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), yakni Rancangan Perpres tentang Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dengan Perusahaan Pers untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas serta Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.
Pilihan Editor: Uni Lubis Khawatir soal Peran The Next Editor dalam Publisher Rights