Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri belum lama ini mengajak oknum polisi yang masih bermasalah di institusi Polri untuk segera insaf. Megawati mengaku kesal melihat kasus yang menjerat sejumlah oknum Polri, seperti kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan AKBP Achiruddin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mega pun mengenang sulitnya memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Saat menjabat presiden, Megawati meresmikan pemisahan Polri dari ABRI melalui penandatangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum diresmikan Megawati, langkah pemisahan Polri dan TNI dari ABRI sudah dimulai sejak BJ Habibie mengeluarkan instruksi pemisahan TNI dan Polri No 2 tahun 1999. Instruksi itu berisi kebijakan dan langkah-langkah pemisahan TNI dan Polri secara bertahap seiring penguatan operasional Polri dalam bidang pertahan Indonesia.
Langkah itu dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gur Dur. Dalam pemerintahannya, Gus Dur mencoba memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok sipil untuk memberikan sumbangsih dalam pembinaan pertahanan negara. Hal ini terlihat dari penghapusan fraksi TNI-Polri dari parlemen. Selain itu juga terlihat dari penunjukan Menteri Pertahanan (Menhan) kepada orang sipil.
Pemisahan kedua jabatan pertahanan Indonesia menjadi kekuatan Orde Baru. Ketua MPR, Amien Rais, mengeluarkan Tap MPR No. VI/MPR/2000 terkait pemisahan TNI dan Polri. Kedua lembaga pertahanan Indonesia resmi menjalankan tugasnya masing-masing secara mandiri berdasarkan ketetapan hukum yang berlaku.
Selanjutnya: Kilas balik sejarah pemmisahan ABRI dan Polri di Indonesia
Dilansir dari museumpolri.org, ada peningkatan permintaan dari masyarakat agar Polri memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ketika Indonesia memasuki era reformasi. Tujuan dari permintaan tersebut adalah agar Polri menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, serta terhindar dari campur tangan dalam penegakan hukum.
Permintaan ini didasarkan pada perbedaan tugas dan fungsi antara polisi dan militer. Tugas polisi seharusnya melibatkan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sedangkan tugas militer berkaitan dengan melindungi negara dari ancaman musuh atau digunakan sebagai kekuatan tempur.
Sejalan dengan tuntutan tersebut, pada tanggal 1 April 1999 dikeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 yang mengatur kebijakan untuk memisahkan Polri dari ABRI. Instruksi ini memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI untuk secara bertahap mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melakukan reformasi Polri, termasuk penempatan sistem dan penyelenggaraan pembinaan kekuatan dan operasional Polri di bawah Departemen Pertahanan Keamanan.
Pasal 30 ayat 4 dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Polri adalah alat negara yang bertanggung jawab atas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, sekaligus menegakkan hukum.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada tanggal 18 Agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menerbitkan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 yang mengatur pemisahan antara Polri dan TNI, sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing lembaga yang terpisah.
Pada 8 Januari 2002, Presiden Megawati Sukarno Putri menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang ini dihasilkan sebagai respons terhadap permintaan agar Polri menjadi lembaga yang mandiri dan terlepas dari ABRI.
Undang-Undang tersebut mengharuskan Polri untuk menjalankan tugasnya secara profesional sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.