Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sarwono Kusumaatmadja meninggal dalam perawatannya di Adventist Hospital Penang, Malaysia,pada 26 Mei 2023, pukul 17.12 waktu setempat. Jenazah Sarwono tiba di Jakarta pada 27 Mei 2023untuk disemayamkan di rumah duka. Lalu, jenazah akan disemayamkan di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta pada 28 Mei 2023. Kemudian, jenazah akan dimakamkan di Pemakaman San Diego Hills.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama masa Orde Baru, nama Sarwono Kusumaatmadja sangat dikenal di kalangan masyarakat. Pria kelahiran 24 Juli 1943 ini semasa hidupnya tercatat pernah berkarier di pemerintahan dengan menduduki beberapa jabatan menteri, terutama ketika Orde Baru. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada masa Kabinet Pembangunan V (1988-1993).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, ia juga pernah memegang jabatan sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) serta Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Persatuan Nasional (1999-2000), seperti tercatat dalam Tempo.co.
Sarwono diketahui juga pernah duduk di kursi DPR Indonesia (1971-1988), Anggota MPR (1988), Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (1983-1988), Manggala BP-7 (1984), Ketua Persatuan Tenis seluruh Indonesia (PELTI) Bidang Organisasi (1986), dan Ketua Umum Yayasan Bhakti Bangsa.
Sarwono pun pernah mengungkapkan bahwa dirinya menolak bujukan Presiden Soeharto untuk menjadi inner circle atau bagian Orang Cendana. Ia menolak karena sinyal-sinyalnya tidak jelas. Ia menegaskan bahwa Presiden Soeharto memiliki dua sisi, yaitu sebagai presiden dan seseorang yang memiliki dirinya sendiri. Sebagai bawahan dan atasan, Sarwono, dalam kapasitasnya sebagai menteri akan mengikuti perintah Soeharto sebagai presiden. Namun, ia menolak tegas menjadi bagian dari lingkaran dalam Soeharto.
Tidak sendiri, kakak Sarwono, Mochtar Kusumaatmadja merupakan akademisi dan diplomat Indonesia yang aktif ketika masa Orde Baru. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman (1974-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988). Sebelumnya, ia telah mewakili Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut di Jenewa (1958-1961). Bahkan, beberapa karya tulisnya mengilhami lahirnya Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia 1970, seperti dilansir p2k.stekom.ac.id.
Mochtar juga pernah menjabat sebagai guru besar di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Namun, ia dipecat karena sering mengkritik pemerintah, antara lain Manifesto Politik Soekarno dan Soekarno disebut sebagai "Sosialis musiman". Namun, pemecatan tersebut tidak membuatnya kehilangan jati diri. Bahkan, kariernya semakin melonjak setelah pergantian rezim dari pemerintahan Soekarno ke pemerintahan Soeharto (Orde Baru).
Selain menjadi menteri pada Orde Baru, Mochtar juga diangkat sebagai Ketua Umum Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) pada akhir 1985. Ia juga mendirikan kantor hukum bernama Mochtar-Karuwin-Komar (MKK) sekaligus menjadi kantor firma hukum pertama di Indonesia yang mempekerjakan pengacara asing.
Saat ini, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, serta Menteri Hukum dan HAM, Yasona H Laoly mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Mochtar Kusumaatmadja. Mengingat rekam jejaknya sangat besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Visi kakak Sarwono Kusumaatmadja ini tentang hukum sebagai instrumen menjadi embrio dari jalan panjang memperjuangkan konsep prinsip Negara Kepulauan (Deklarasi Juanda) agar diterima masyarakat internasional melalui tiga kali penyelenggaraan Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.