MUMPUNG lagi hangat-hangatnya, usaha pemberantasan penyelundupan
di Kepulauan Riau pun cukup gencar. Terutama oleh kapal-kapal
patroli Bea Cukai yang mangkal di Tanjung Balai Karimum Ini
agaknya memang sudah tekad Taruma Selley Kepala Kantor Wilayah
II BC, yang tak mau tanggung-tanggung bertindak. "Hampir tiap
hari ada yang diseret kemari", tutur orang-orang yang tinggal di
sekitar gudang BC Tg. Balai Karimun, tempat setiap hasil
tangkapan diturunkan. Akhir April dan awal Mei lalu, 10 ton
bijih timah yang akan diselundupkan dari Bangka, kena sergap
kapal-kapal patroli anak buah Selley. Maka gudang BC Karimun pun
kini tampak padat oleh karet arang. kayu, dan lain2 barang
selundupan, nyaris menyundul bubungan gudang. Juga perahu-perahu
dan kapal-kapal motor penyelundup yang kenap sergap, berderet
memenuhi pantai Karimun. Menambah koleksi bangkai perahu dan
kapal motor yang telah bertahun-tahun mendekam di sana.
Belum jelas berapa banyak sudah penyelundup yang kena ringkus.
Sebab Amrin De Bur SH, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang
yang memimpin persidangan di kota Kecamatan itu, menyebutkan,
"sudah hampir 200 perkara penyelundupan diselesaikan". Jumlah
tersebut hasil sejak Januari sampai minggu 1 Mei kemarin. Cukup
menyolok naiknya dibandingkan angka di tahun 1975 yang baru
lewat, yakni cuma 266 perkara. Hingga cukup ramai jadi bahan
pembicaraan. Bahwa tampaknya BC Karimun benar-benar main sapu
bersih. Tak peduli yang cuma berupa ikan atau agar-agar atau
karet. Mulai takaran puluhan ton sampai yang cuma di bawah 10
kg. Tentu saja ada yang merasakannya sebagai kurang tepat. Tapi
pihak BC di Karimun, pertengahan Mei lalu belum bisa
menjelaskan, karena, "pak Taruma Selley sedang di Jakarta".
Cari makan
Tapi dari catatan Pengadilan Ekonomi Karimun, memang ternyata
dari 200 perkara tadi memang sebagian besar termasuk perkara
penyelundupan kecil-kecilan. "Karet, misalnya", tutur Amrin De
Bur, "belum pernah kami menyidangkan jumlah sampai 1 ton".
Paling tinggi 400-500 kg". Diakuinya pula bahwa kasus agar-agar
dan ikan pun pernah mereka sidangkan. "Karena diserahkan ke
pengadilan, kami harus mengadilinya, sesuai dengall tugas kami".
Tapi menurut sang Hakim, "hukuman yang dijatuhkan tak lebih dari
3 bulan, dengan catatan perahu dan barang-barng tetap disita.
"Sekarang susah, pak", keluh seorang penduduk Pulau Terong
kepada Rida K. Liamsi dari TEMPO, tak usah 100 kg ikan, 5-6 kg
saja tak boleh.
Langkah tersebut kabarnya agak berbeda dengan langkah Dan Sional
Tg. Balai Karimun. Yang membedakan antara penyelundupan "cari
kekayaan" dan "cari makan", seperti dijelaskan Mayor Laut
Sucipto, Dan Sional Balai Karimun yang juga Dan Pokgaskamla di
sana. Sesuai dengan pendirian Pang Daerah-2 Laksma Teddy Asikin
Nata Negara seperti diutarakan kepada TEMPO "salah terang
salah, tapi mereka perlu hidup".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini