Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mului dari Kampong Mului, Kalimantan Timur pada pekan pertama Juni lalu, memenangkan penghargaan Kalpataru 2022 untuk kategori Penyelamat Lingkungan. Komitmen Masyarakat Mului menjaga keaslian hutan mereka hingga berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan menjaga gaya hidup sehat, sangat menginspirasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat Mului tepatnya tinggal di Kampong Mului, Desa Swan Slutung, Kecamatan Muara Koman, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Berdasarkan SK Bupati, mereka menempati lahan seluas 7.806 hektar, sedangkan berdasarkan SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor 5474/MENLHK-PSKL/PKTH/PSL.1/10/2020, luas hutan adat Masyarakat Hukum Adat Mului sebesar 7.722 hektar.
Masyarakat Mului tercatat memiliki 37 Kepala Keluarga dan 137 jiwa. Mereka hanya satu RT. Masyarakat Mului diketahui pemeluk Islam.
Di Kampong Mului tempat tinggal Masyarakat Mului, tidak ada listrik. Untuk penerangan, mereka menggunakan genset desa.
Di sana dialiri tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni DAS kandilo, DAS telakik dan DAS adang. Kondisi ini, membuat mereka tak pernah kekurangan sumber air, yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mului, Kalimantan Timur, hidup dari alam dengan bercocok tamah. Sumber: dokumen pribadi Ahmad Sujudi, Direktur PADI
Ahmad Sujudi, Direktur Yayasan PADI, yakni sebuah LSM bidang pelestarian dan pemanfaatan biodiversity Sumberdaya Alam di Kalimantan, dalam sebuah wawancara dengan Tempo pada Kamis, 16 Juni 2022, menjelaskan Masyarakat Mului memegang filosofi ‘gunung adalah ibu, hutan adalah air susu ibu dan air untuk kehidupan’. Maka tak heran, jika hutan mereka sampai sekarang tetap bagus.
“Bagi masyarakat, di hutan itu mereka bisa mendapatkan segalanya. Tanah di sana bersifat komunal (kepemilikan bersama), tapi masyarakat diperbolehkan menanam pohon, di mana pohon itulah yang bersifat kepemilikan,” kata Ahmad.
Masyarakat Mului memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berkebung, bertani, berburu dan meramu. Contohnya, mereka berkebun singkong, durian, dan karet. Pendapatan tahunan mereka diperoleh dari hasil berkebun karet, rotan dan kopi.
“Persaiang dikalangan Masyarakat Mului, tidak ada. Mereka hidupnya bergotong royong. Itu yang selalu dilakukan. Mereka panen padi pun bareng-bareng. Semua diatur dengan aturan adat,” ujar Ahmad.
Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mului, Kalimantan Timur, sedang bergotong-royong nugal, yakni menanam padi ladang berpindah. Sumber: dokumen pribadi Ahmad Sujudi, Direktur PADI
Masyarakat Mului, menggunakan hukum adat untuk mengatur lingkungan. Hasil bercocok tanam, digunakan untuk konsumsi sendiri, seperti singkong, beras, ketan atau sayur-mayur. Sedangan hasil pertanian yang bersifat tahan lama, selain digunakan sendiri juga disimpan sampai banyak – baru dijual.
Di Kampong Mului, tidak ada dokter atau pun bidan. Untungnya, hidup dari alam membuat Masyarakat Mului sehat – sehat. Di sana tidak ada Covid-19 sehingga masyarakatnya tidak memakai masker. Ahmad bahkan menyebut, penyakit yang paling parah cuma malaria.
Kampong Mului, yang menjadi tempat tinggal Masyarakat Mului berlokasi 100 kilometer dari Ibu Kota Negara baru Nusantara atau IKN. Ini tak membuat mereka ketar-ketir karena generasi muda Masyarakat Mului berkomitmen mempertahankan hutan.
Mereka terbuka pada masuknya investasi dari luar, namun harus digaris-bawahi investasi itu tidak boleh merusak hutan. Kalau ada investasi masuk, apapun itu yang merusak alam, Masyarakat Mului akan berfikir lagi.
Sebab investasi hanya boleh untuk tujuan menaikkan perekonomian mereka. Contohnya, untuk memperbaiki jalan supaya mereka bisa lebih mudah menjual hasil bumi atau membangun sekolah, yang saat ini kondisinya rusak.
Ahmad menjelaskan, kondisi jalan di Kampong Mului yang rusak parah telah membuat Masyarakat Mului harus menghabiskan waktu tiga jam untuk ke Kota. Selain itu, lantaran kondisi gedung sekolah rusak, maka anak-anak Masyarakat Mului saat ini belajar dengan sistem sekolah kunjung (guru datang ke desa).
Ahmad sangat yakin, dalam 10 tahun ke depan, kondisi alam di Kampong Mului akan tetap baik. Sebab masyarakatnya memegang aturan adat dengan kuat, yang tidak akan merubah hutan mereka dan ini menjadi kebaikan bagi mereka dan alam.
Bukan hanya itu, anak-anak muda Masyarakat Mului sebagai generasi penerus juga bertekad kuat mempertahankan hutan mereka. Menjaga gaya hidup sehat dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.