Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisruh di Ragunan

Jabatan Wakil Direktur Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, Drh. Sutarman digantikan Drh. Bambang Tri Gunardi. Diduga ada ketidakcocokan kerja sama antara direktur dengan wakil direkturnya.

26 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBENTAR-sebentar terdengar imbauan melalui pengeras suara, "Jagalah kebersihan. Buang sampah di tempatnya." Tapi plastik bekas, kulit kacang, dan sampah lainnya tampak berceceran di sana-sini. Tong sampah tak ada. Mau dibuang ke mana sampah itu? Hari-hari ini pemandangan seperti itu biasa terlihat di Kebun Binatang Jakarta (KBJ) di Ragunan, Jakarta Selatan. Mengapa kemesuman seperti itu dibiarkan berlarut-larut ? Ada yang bilang keadaan itu akibat kekisruhan dalam kepemimpinan KBJ. Mungkin acara yang terjadi dua pekan lalu ada hubungannya dengan kemelut itu. Hari Sabtu, dua pekan lalu, wakil direktur kebun binatang itu, drh. Sutarman, dicopot atas keputusan Gubernur DKI R. Soeprapto. "Kita perlukan kerja sama yang baik antara pimpinan dan wakilnya," kata Anwar, Ilmar, Wakil Gubernur Jakarta, seusai upacara serah terima jabatan dari Sutarman kepada penggantinya, drh. Bambang Tri Gunardi. Apakah yang terjadi di Ragunan akibat "perang" antara direktur kebun binatang itu, drs. Djama Usman, dan sang wakil yang baru dicopot? Anwar Ilmar menolak mengungkapkan. KBJ yang memiliki 3.893 ekor satwa dengan areal seluas 120-an hektar itu saat ini memang merana. Selain sampah, berbagai pemandangan yang menyakitkan mata mudah ditemukan di sana. Kolam buatan tak jauh dari kandang buaya, misalnya, sudah nyaris kering. Sampah sudah menutupinya. Begitu juga danau buatan yang biasa rama sebagai arena bermain air untuk kanak-kanak sekarang sepi. Air danau hijau berlumut tak terurus. Pengunjung enggan mendatangi kandang beruang karena jorok. Bau pesing merebak ke segenap penjuru. Bila ada anak yang bertanya mengapa orang utan dalam kandang dengan tulisan "orang utan" mirip kucing, yang ditanya bisa pusing. Soalnya, yang di dalam kandang itu memang seekor kucing. Tidak hanya itu. Kandang burung merak berisi ayam hutan, sedang di kandang ayam hutan ada burung merak hijau. Nah. Areal pinggiran taman satwa itu -- yang biasa dipakai untuk tempat mengisolasikan binatang -- sekarang ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Begitu hujan turun, jalan ke tempat itu lebih parah dari kubangan kerbau. Ada pula berbagai peristiwa misterius. Pada 10 Maret 1981, tiga kanguru yang berasal dari Australia ditemukan mati di dalam kandang. Keadaan mereka sungguh menyedihkan: tubuh remuk dan terlihat bekas pukulan benda keras. Pada 6 November 1984, tiga ekor burung kuao emas asal Jerman Barat terbunuh dengan cara yang sama. Direktur KBJ ketika itu, Kolonel drh. B. Soemarno, mengumpulkan seluruh staf dan dengan marah menuduh wakilnya, Djama Usman, sebagai orang yang bertanggung jawab. Yang dituduh membantah dengan sengit. Ketegangan pun menyelimuti kebun binatang. Pada 1986, Soemarno meninggal karena sakit. Penggantinya adalah Djama Usman. Tapi suasana malah meruncing. Djama Usman, 49 tahun, bekas guru SD yang kemudian menjadi pegawai Pemda DKI, dianggap oleh para staf tak menguasai pekerjaan. Djama adalah sarjana lulusan Lembaga Administrasi Negara. Sementara staf menuduh ia hanya mengurusi administrasi di belakang meja, sementara petugas lapangan yang mengerti soal hewan dikecewakan. Berbagai fasilitas, seperti mobil dan sepeda motor, diprioritaskan pada pegawai administrasi. "Direktur itu cuma di kantor. Kesehatan hewan jarang diperiksa," ujar seorang penjaga kandang. Sang direktur konon malah saling tuding dengan Sutarman, dokter hewan lulusan IPB, yang menjabat wakil direktur. Itu terlihat Oktober 1986, saat keduanya menjadi saksi di pengadilan ketika Muji, seorang petugas KBJ, diadili dengan tuduhan mencuri burung beo. Sutarman mengatakan sudah terjadi 13 pencurian dan pembunuhan hewan di sana sejak 1981. Tapi menurut Djama cuma dua kali pencurian. Djama pernah menuduh Sutarman menyelundupkan seekor orang utan ke luar negeri, ketika akhir tahun lalu, di bagian karantina hewan Bandara Soekarno-Hatta ditemukan selembar surat vaksinasi antirabies yang dikeluarkan Sutarman. Ternyata, setelah diusut, orang utan yang menggunakan sertifikat drh. Sutarman itu adalah milik perusahaan sirkus Amerika Kenneth Read & Co. yang mengadakan pertunjukan Holiday On Ice di Jakarta. Menteri KLH Emil Salim sampai-sampai ikut berusaha menyelesaikan kemelut ini. Pada 23 Mei yang lalu ia mengirimkan surat kepada Gubernur DKI mengecek berbagai kasus di kebun binatang itu -- terutama kasus pembunuhan dan pencurian hewan. Menteri juga mengharap Pemda DKI mendengarkan pendapat B. Galstaun, penasihat Kebun Binatang Ragunan. Galstaun adalah ahli kebun binatang dan pernah menjadi kepala KBJ sampai 1980. Galstaun sendiri mengecam keadaan KBJ saat ini. Pembangunan 20 kios untuk membangun semacam pasar seni di dalam kebun binatang itu -- di sekelilingnya dipenuhi para pedagang kaki lima dan restoran menurut Galstaun, merusakkan suasana kebun sebagai obyek penelitian maupun tempat rekreasi. "Menyedihkan, keadaannya kotor dan tak terurus. Direkturnya mestinya seorang yang mengerti tentang binatang," kata Galstaun kepada TEMPO. Suasana Ragunan memang amat berbeda dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang bersih dan rapi dan dianggap terbaik di Indonesia. Coba, KBS berhasil menangkarkan beberapa jenis satwa langka seperti jalak bali dan rusa bawean. "Hasilnya sudah bisa kita tunjukkan," ujar Stany Soebakir, Direktur KBS. Di situ kini ada 14 ekor jalak bali dan 101 ekor rusa bawean, padahal ketika dimulai, 1978, jumlahnya cuma beberapa ekor. Meski bertubi-tubi kritik ditujukan pada Djama, rupanya Pemda DKI berpendapat lain. "Tidak mutlak dia mesti ahli kesehatan hewan. Gubernur Soeprapto, misalnya, bukan ahli pemerintahan, tapi dia 'kan dibantu staf yang ahli," kata Wagub Anwar Ilmar. Tentang pembunuhan dan hilangnya binatang-binatang itu? "Dari dulu juga ada binatang hilang," jawab Anwar Ilmar. Ia juga menyetujui pembangunan pasar seni di dalam KBJ. "'Kan sama saja dengan Ancol, ada pasar seninya." Singkatnya, Pemda menganggap pencopotan wakil direktur itu akan menyelesaikan masalah. Tapi Sutarman, yang dipindahkan ke PD Darma Jaya, perusahaan pemotongan hewan milik DKI, tak merasa soalnya akan beres. "Pimpinan itu tak mengerti kebun binatang, kalau kita ngomong dengan orang yang tak mengerti masalah 'kan percuma," katanya. Untuk itu Djama menjawab, "Insya Allah semua itu akan kami perbaiki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus