SEORANG gadis duduk di depan komputer. Ia memegang mikrofon. "Arigatoo-gozaimasu," kata si gadis dengan suara lembut. Beberapa detik kemudian, komputer menjawab dengan mengucapkan bahasa Inggrisnya kata-kata tadi: "Thank you very much." Suara komputer itu terdengar lembut dan jernih. Yang dihadapi gadis tadi adalah komputer penerjemah Jepang-Inggris. Alat ini merupakan produk pertama yang mampu -- dengan kapasitas yang masih terbatas -- menerjemahkan kata Jepang ke dalam bahasa Inggris. Komputer penerjemah ini dibuat oleh Jepang Matsushita, bekerja sama dengan Universitas Carnegie Mellon dari Amerika. Alat ini sungguh istimewa. Ia bisa menerima suara siapa saja untuk kemudian menerjemahkan kata-kata yang diucapkan itu. Perjalanan dari kalimat Jepang menjadi kalimat Inggris itu sungguh tak sederhana. Mula-mula, suara Jepang itu diterima oleh unit akustik. Di situ, input suara tadi diubah menjadi kode-kode tertentu, lantas masuk ke bagian analisa. Unit analisa ini akan mencoba mengenali kode-kode itu. Kalau ada kode yang tak dapat dianalisa, berarti kata-kata yang masuk tak tercatat dalam memori komputer. Jika tak ada problem, kode-kode itu akan masuk ke unit penerjemah. Di situ, kata-kata Jepang diinggriskan. Lantas, kata demi kata dirangkai, sesuai dengan kaidah logika yang dianut komputer ini. Berikutnya, kode-kode yang punya padanan dalam bahasa Inggris itu dibangun menjadi sebuah kalimat, atau ungkapan. Bila sudah menjadi kalimat utuh, dia dikirim ke synthesizer untuk diubah menjadi kalimat lisan bahasa Inggris. Pemakai jasa mesin penerjemah ini tak akan dibikin repot. Ia tak harus mengeja kata yang diucapkan. Bahkan pemakai tak harus membuat sela waktu antara ungkapan atau anak kalimat. Prototipe mesin penerjemih dalam ukuran kecil yang gampang dibawa ke sana-kemari, kini sedang dibuat. Tapi pemakaiannya sangat terbatas: hanya dengan koleksi 50 kata Jepang. Stok ini kabarnya cukup untuk mengungkapkan 3.000 kalimat yang berbeda. Dengan stok kalimat sejumlah itu, menurut juru bicara Matsushita, mesin penerjemah itu cukup memadai untuk menemani, orang Jepang yang buta bahasa Inggris, terutama dalam urusan dengan dokter petugas pabean, atau resepsionis hotel. Kalau sudah diproduksi besar-besaran kelak, harganya sekitar Rp 700 ribu per biji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini