TAMU penting pertama yang berkunjung ke kantor kami di tahun 1989 adalah duta besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, Theodor Wallau. Ia bertamu seminggu setelah kami menulis Laporan Utama menenai penahanan "raja" komputer Jusuf Randy, yang disebut polisi sebagai orang yang berkewarganegaraan Jerman. Kedatangan Dubes Wallau tentu saja tak ada kaitan dengan berita penangkapan "warga negara"-nya yang kami tulis. Kunjungan ini, dalam pengakuannya, sudah lama direncanakannya. "Saya adalah pembaca TEMPO," katanya. Bahasa Indonesia memang bukan sesuatu yang asing bagi Dubes Wallau. Ia termasuk salah seorang diplomat asing yang fasih berbahasa Indonesia. Dan itu tak mengherankan. Karena ia adalah "arek" Surabaya, dan berdiam di kota kelahirannya sampai usia 10 tahun. Tahun 1965, ketika berumur 28 tahun Wallau kembali lagi ke Indonesia. Ia ditugaskan pemerintahnya untuk menjabat atase pers pada Kedutaan Besar Republik Federasi Jerman di Jakarta, dan berdinas sampai 1967. Selang dua puluh tahun, Maret 1987, Wallau ditugaskan lagi ke Indonesia. Pos yang dijabatnya adalah sebagai duta besar. Mendapat tamu kehormatan seorang duta besar bagi kami bukan sesuatu yang baru. Tapi menerima Wallau rasanya seperti menerima kawan lama. Hampir selama dua jam kami berbincang-bincang mengenai berbagai hal dengan Dubes Wallau: mulai dari soal kewarganegaraan Jusuf Randy sampai kemungkinan magang di TEMPO. Dubes Wallau -- siang itu didampingi Sekretaris Pers Nikolaus Lambsdorff, Sekretaris Politik Gunter Kniess, dan staf lokal Luki Hermanto, bekas wartawati TEMPO -- berminat untuk mengirimkan pemuda-pemuda Jerman yang mempelajari Indonesia untuk magang TEMPO. Gagasan itu, tentu saja masih terlampau pagi. Tetapi kami sendiri siap untuk merealisasikannya. Siapa tahu sekitar satu atau dua tahun lagi hal itu, yang tentu saja kami sambut dengan tangan terbuka, akan dapat dilaksanakan. Dari pihak TEMPO sendiri dalam waktu dekat, di tahun ini juga, akan berangkat, insya Allah, Ahmed K. Soeriawidjaja, ke Jerman Barat. Buat suatu latihan jurnalistik selama tiga bulan. Setelah bertanyajawab, seperti lainnya tamu yang mengunjungi kantor media massa Dubes Wallau juga melihat-lihat ruang kerja Redaksi. Perpustakaan, ruang Foto, sampai ruang Tata L.etak. Ia sering ketawa membaca coretan para wartawan di meja mereka. Komentar Lambsdorff: "Orang-orang TEMPO terus terang dan bersahabat." Itu tentu bukan cuma ciri orang TEMPO. Umumnya wartawan Indonesia demikian. Maklum, dengan sikap ilmiah kami bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini