Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Konsil Kedokteran Dukung Ide Menkes Soal Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Pendidikan dokter spesialis tidak melulu dijalankan di universitas tapi juga bisa di rumah sakit. Peserta PPDS justru mendapat gaji.

16 Desember 2022 | 13.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengunjungi pelaksanaan integrasi layanan primer atau ILP di Desa Sopo, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Foto: Kemenkes

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mendukung upaya Kementerian Kesehatan untuk menerapkan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau hospital based.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya ini dinilai mampu mempercepat jumlah tenaga dokter spesialis yang nantinya berdampak pada pemerataan layanan kesehatan hingga ke pelosok Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konsep hospital based untuk pendidikan dokter spesialis adalah saat seseorang lulus dokter umum, kemudian saat mau pendidikan spesialis, ditempuh di rumah sakit dan bukan di universitas seperti yang selama ini berlaku.  

"Saat ini di Indonesia masih dikelola oleh universitas, padahal peserta program dokter spesialis sekolahnya di rumah sakit karena dia harus dapat kasus dan ikut bimbingan dari dokter-dokter senior di rumah sakit. Realitanya seperti itu," kata anggota Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran KKI Hisyam Said seperti dikutip dari Antara, Kamis, 15 Desember 2022. 

Ia mengatakan, praktek yang berlaku hampir di seluruh dunia, pendidikan dokter spesialis dilakukan melalui hospital based, termasuk tenaga pengajar hingga kurikulumnya dikelola oleh lembaga akreditasi tersendiri.

Khusus untuk pendidikan dokter umum, kata Hisyam, tetap dilakukan di universitas, karena sampai sarjana kedokteran tetap harus menunaikan jenjang pendidikan umum. "Setelah sarjana kedokteran, dia baru pendidikan profesi," katanya.

Dokter spesialis berbasis rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan

Hisyam mengatakan, saat ini diperlukan akselerasi produksi dokter spesialis di Indonesia melalui pendidikan di rumah sakit, mengingat jumlah universitas yang memiliki kemampuan mencetak dokter spesialis di Tanah Air jumlahnya masih sangat terbatas.

"Universitas dari 92 yang mumpuni, cuma 20 universitas di antaranya yang punya pendidikan spesialis. Ini sampai kapan ngejarnya (produksi dokter spesialis-red)," katanya.

Hal lain yang juga perlu untuk diantisipasi secara matang dalam implementasi pendidikan dokter spesialis hospital based adalah masalah kesenjangan pendapatan antara peserta yang menempuh pendidikan di universitas dengan di rumah sakit.

Alasannya, pendidikan kedokteran di rumah sakit dilakukan secara magang yang memungkinkan adanya pendapatan insentif dari tempat belajar. Sementara pendidikan di universitas umumnya peserta memiliki kewajiban untuk membayar ke pihak pengelola universitas.

Sebenarnya, kata dia, pada aturan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran mengamanatkan adanya hak peserta dokter spesialis menerima bayaran. Walau university based, ada semacam tunjangan yang ditujukan kepada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

"Tapi aturan turunannya tidak ada, sehingga tidak pernah dibayarkan, yang terjadi justru PPDS malah bayar," katanya.

Ketentuan tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk alokasi dana melalui APBN. Kalau di rumah sakit nanti masuk ke daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) Kemenkes, nanti dibayar sebagai orang yang bekerja sekaligus belajar.

Menkes usul konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit merupakan sistem terbaru untuk meningkatkan jumlah serta upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

"Krisis dokter spesialis saat ini tidak cukup mampu untuk melayani kebutuhan layanan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Maka dari itu kami butuh melakukan pembaharuan sistem," katanya.

Ia mengatakan Indonesia saat ini mengalami krisis ketersediaan dokter spesialis yang disebabkan oleh kurangnya angka produksi dan tidak meratanya distribusi dokter spesialis ke seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan data WHO, rasio kebutuhan dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1.000 penduduk. Sedangkan rasio untuk negara maju ada di angka 3 banding 1.000 penduduk, bahkan beberapa negara berupaya mencapai rasio sebanyak 5 berbanding 1.000 penduduk.

Konsep pendidikan dokter spesialis melalui hospital based dapat memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendukung upaya produksi dan pemerataan dokter spesialis.

“Konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit juga memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta PPDS untuk memperbanyak produksi dan pemerataan dokter spesialis," katanya.

Budi mengatakan kebijakan itu ditetapkan bukan untuk mengurangi produksi dokter dalam sistem universitas, melainkan untuk membuka peluang baru dan menambah jumlah dokter spesialis melalui sistem pendidikan berbasis rumah sakit.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus